Pengembangan Pola Ruang Jangan Abaikan Kawasan Lindung dan Budidaya
ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Kebijakan pengembangan pola ruang dalam Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, tentu harus mencakup pengembangan kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya.
Kebijakan pengembangan kawasan lindung ini meliputi pencapaian luas kawasan lindung sebesar 45% dan menjaga serta meningkatkan kualitas kawasan lindung.
Sedangkan dalam kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana tersebut diatas, setidaknya harus meliputi : a. mempertahankan lahan sawah berkelanjutan serta meningkatkan produktivitas pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan guna menjaga ketahanan pangan Daerah dan nasional; b. mendorong pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau kecil dengan pendekatan keterpaduan ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pembangunan berkelanjutan; c. mengoptimalkan potensi lahan budidaya dan sumberdaya alam guna mendorong pertumbuhan sosial ekonomi di wilayah yang belum berkembang karena keterbatasan dayadukung dan dayatampung lingkungan; d. mengutamakan pembangunan hunian vertikal pada kawasan permukiman perkotaan guna optimalisasi dan efisiensi ruang budidaya yang semakin terbatas, terutama pada kawasan yang perlu dikendalikan.
Dan tidak kalah penting juga menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, H. Kasan Basari, yakni untuk mengamankan kepentingan pertahanan dan keamanan negara sesuai dengan rencana tata ruang pertahanan dan keamanan.
“Jadi jangan sesekali mengabaikan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Selain sejumlah hal yang dikemukakan diatas, masalah pertahanan dan keamanan, itu penting dalam kebijakan pengembangan pola ruang,” ujar H. Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Sedangkan untuk strategi pencapaian luas kawasan lindung 45% sebagaimana dimaksudkan, meliputi : a. peningkatan fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan hutan; b. pemulihan secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah fungsi; c. pengalihan fungsi secara bertahap kawasan hutan cadangan dan hutan produksi terbatas menjadi hutan lindung; dan d. pembatasan pengembangan prasarana wilayah di sekitar kawasan lindung untuk menghindari tumbuhnya kegiatan perkotaan yang mendorong alih fungsi kawasan lindung; e. penetapan luas kawasan hutan minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Kebijakan ini sangat penting, mengingat banyaknya hutan yang sudah beralih fungsi. Perlu keseriusan juga dalam menjaga lahan, yang masuk kedalam fungsi kawasan lindung,” tandasnya.
Maka strategi untuk menjaga kualitas kawasan lindung tersebut, perlu dilakukan : a. optimalisasi pendayagunaan kawasan lindung hutan dan non hutan melalui jasa lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; b. pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan pada kawasan lindung; c. pencegahan kerusakan lingkungan akibat kegiatan budidaya; d. rehabilitasi lahan kritis di kawasan lindung; dan e. penyusunan arahan insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi dalam hal alih fungsi dan/atau penerbitan izin pembangunan dan/atau kegiatan di kawasan lindung.
“Tentang sanksi ini sangat penting. Sebagai bentuk ketegasan dalam menjaga kualitas kawasan lindung. Dimana masih sering terjadi pelanggaran dalam penggunaan ijin,” ungkapnya.
Sementara itu strategi untuk mempertahankan lahan sawah secara berkelanjutan serta peningkatan produktivitas pertanian guna menjaga ketahanan pangan Daerah dan nasional, meliputi pengukuhan kawasan pertanian berlahan basah dan beririgasi teknis sebagai kawasan lahan sawah berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan budidaya lainnya. Juga revitalisasi dan rehabilitasi jaringan irigasi teknis yang tidak berfungsi optimal untuk menjaga keberlangsungan pasokan air bagi lahan sawah.
Selain itu, pemeliharaan jaringan irigasi teknis dan setengah teknis melalui kerjasama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat. Kemudian peningkatan produktivitas lahan sawah tadah hujan, peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan dengan sistem pola tanam yang mendukung pelestarian unsur hara dan kesuburan tanah, serta disesuaikan dengan perubahan iklim global.
“Termasuk juga penyusunan dan penetapan pedoman pengendalian alih fungsi lahan sawah berkelanjutan,” katanya.
Sedangkan strategi untuk mendorong pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau kecil dengan pendekatan keterpaduan ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pembangunan berkelanjutan, perlu dilakukan penyiapan pranata pengelolaan pesisir, laut dan pulau kecil, penetapan batas zonasi laut, rehabilitasi kawasan pelestarian ekologi pesisir dan pulau kecil serta kawasan perlindungan bencana pesisir.
Lalu berikutnya, pengembangan perikanan budidaya dan pemanfaatan hutan bakau secara lestari dan terpadu, pengembangan perikanan tangkap, pengendalian eksploitasi barang muatan kapal tenggelam, pengendalian pencemaran di kawasan pesisir dan laut serta pengendalian penguasaan tanah timbul oleh masyarakat dan/atau kelompok masyarakat.
“Intinya dalam strategi penerapan pola ruang, jangan sampai keluar dari kebijakan rencana tata ruang wilayah yang sudah ditentukan. Sehingga tidak melenceng dari strategi yang sudah disepakati,” pungkasnya. (muis)