BANDUNG, eljabar.com — Aneh tapi nyata ada kontraktor atau rekanan di Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa barat, ditemukan beralamat fiktif alias palsu, namun tetap bisa menjadi pemenang tender (pemenang lelang proyek). Dugaan kecurangan ini perlu kiranya ditelisik dan dipertanyakan untuk diusut sampai tuntas.
Hasil penelusuran, penyelidikan dan investigasi dari Manggala Garuda Putih (MGP) secara informasi dilapangan, bahwa pemenang lelang kontruksi penerangan jalan umum (PJU) Pangandaran dengan nilai penawaran Rp14.834.270.100 yang dimenangkan PT Bagja Waluya Utama, diduga menggunakan alamat fiktif alias alamat palsu saja bisa memenangkan tender ini.
Berdasarkan informasi awal dari situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kab. Pangandaran, pemenang tender proyek senilai Rp. 14.834.270.100 sumber anggaran Bankeu 2022, yang beralamat di Jln. Amir Machmud no 122 rt 01/ Rw 04 Cibabat Kecamatan Cimahi utara. Alamat tersebut tidak ditemukan, diduga kuat alamat tersebut fiktif alias alamat palsu.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, penyedia barang/jasa wajib memenuhi kualifikasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ini tertuang dalam Pasal 17 Perpres tersebut.
Syarat kualifikasi lebih spesifik diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 sebagai turunan dari Perpres No 16 Tahun 2018. Dalam peraturan ini disebutkan, salah satu syarat kualifikasi administrasi atau legalitas penyedia barang/jasa adalah mempunyai kantor dengan alamat yang benar, tetap dan jelas. Kantor atau tempat usaha tersebut bisa berupa milik sendiri atau sewa.
Menurut Agus Satria, Kepala Biro Investigasi MGP, adanya ketidaklengkapan syarat administrasi namun tetap dimenangkan, mengindikasikan kondisi tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Itu bisa jadi salah satu indikasi adanya penyimpangan proses.
“Artinya pasti ada proses lainnya yang diduga juga menyimpang, dan ini perlu ditindaklanjuti,” tegas Agus kepada wartawan, di ruang kerjanya, Senin, 26 September 2022.
Agus menyarankan, pelaksana pengadaan barang dan jasa lebih mewaspadai titik lemah atau risiko yang berpotensi menimbulkan dampak hukum atau pidana, terutama dalam pemilihan penyedia barang dan jasa.
“Ada beberapa indikator yang bisa berpotensi menimbulkan dampak hukum dalam proses pengadaan barang dan jasa, diantaranya alamat penyedia barang/jasa yang tidak sesuai kondisi sebenarnya serta praktik ‘pinjam bendera’,” kata Agus.
“Penyedia barang dan jasa yang menggunakan alamat palsu pada dokumen perizinannya, jelas merupakan bentuk pelanggaran dan perbuatan melawan hukum, sedangkan praktik pinjam bendera berpotensi menimbulkan pidana yang dapat dikenakan kepada peminjam dan yang meminjamkan bendera perusahaan, dan si peminjam terkesan mau menguasai berbagai macam proyek, yang mengarah pada pelanggaran undang-undang monopoli,” ungkap Agus satria.
Tentunya, MGP akan melakukan pengawasan dan pengawalan untuk kegiatan PJU Pangandaran dengan nilai keseluruhan Rp50 miliar tersebut. *Ady