TA 2022 Akan Berakhir, Potensi Penyimpangan Proyek Pelebaran Jalan UPT PJJ Jember Terungkap
SURABAYA, eljabar.com – Pengerjaan pelebaran jalan link 202 dan link 203 sepanjang 8,55 kilometer menghadapi antiklimaks akhir tahun anggaran.
Anggaran DAK Khusus sebesar Rp 39,56 miliar tidak akan terserap sebab progres volume pekerjaan disinyalir belum on target akibat pelaksanaan yang tidak on schedule.
Kepala UPT PJJ Jember Hadi Pramoedjo mengakui pengerjaan sempat terhenti dan penyedia jasa meninggalkan lapangan pekerjaan. Namun pengerjaan pelebaran jalan kini sudah berjalan.
“Penyedia jasa menyanggupi untuk menyelesaikan sisa pekerjaan sesuai waktu yang ditentukan,” ujar Hadi.
Lebih lanjut Hadi menyebut PT Timbul Persada sedang mengalami collapse sehingga pelaksanaan pekerjaan sempat mereka hentikan.
“Sekarang pengerjaan proyek sudah kembali berjalan. Waktu yang tersisa masih bisa diefektifkan supaya progres kembali on target dan on schedule,” tuturnya.
Sementara itu, penelusuran eljabar.com di lokasi proyek tersebut mendapatkan sejumlah fakta mengejutkan. Kabar tidak sedap beredar santer dari mulut ke mulut warga. Praktik mengais untung proyek dengan culas dilakukan segelintir oknum pengelola proyek di lapangan.
Beberapa warga setempat mengungkapkan bahwa tanah dari galian pelebaran jalan dijualbelikan oleh pengelola proyek di lapangan. Harga dipatok di kisaran Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu. Tergantung jarak lokasi pengiriman.
“Tanah galian dijual kepada siapa saja yang butuh dan diantar pake truk proyek ke tempat pemesan,” kata seorang warga.
Tak hanya tanah galian, bau bacin juga tersebar dari pekerjaan drainase jalan. Aksi pungutan liar dengan modus pemasangan tutup saluran, menyasar warga yang terdampak pekerjaan drainase jalan.
Triknya, setelah u-ditch terpasang cover u-ditch yang berfungsi penutup saluran sengaja tidak dipasang. Saluran dibiarkan tetap terbuka cukup lama.
Kondisi saluran terbuka ini akan menyulitkan akses keluar masuk kendaraan dari rumah yang tepat berada di tepi saluran. Situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh segelintir oknum di lapangan.
Warga pemilik rumah akan meminta saluran segera ditutup dan menemui oknum teesebur. Skenario modus tutup saluran berbuah hasil. Pemilik rumah terpaksa merogoh sakunya sampai dalam untuk memenuhi harga pungutan yang dikelola dengan liar.
Koordinator jaringan organisasi dan propaganda Lingkar Pergerakan Multiple Data (Link Pemuda), Tantan Trahweda Tristan bereaksi menyaksikan pelaksanaan kegiatan yang dikelola tanpa pengawasan.
“Kalau fungsi pengawasan atau penjamin mutu kontrak dari internal UPT PJJ Jember bekerja akuntabel, pelaksanaan kontrak tidak akan timbul masalah,” ujar Tantan.
Menurut Tantan, Link Pemuda menemukan potensi kecurangan proyek ini berdasarkan beberapa indikator yang dianalisis menggunakan metode fraud analysis. Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana potensi risiko kecurangan proyek tersebut.
Salah satu indikator adalah perbandingan nilai kontrak dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang terlampau jauh. Semakin jauh nilai kontrak di bawah HPS mengindikasikan perencanaan yang kurang baik dan potensi penyimpangan tinggi.
Nilai HPS proyek ini sebesar Rp 50 miliar. Sementara harga yang ditawarkan penyedia jasa Rp 39,56 miliar. Dengan selisih harga yang terlampau jauh mencapai hampir Rp 10,44 miliar di bawah HPS ini, mengindikasikan perencanaan yang kurang baik dan potensi penyimpangan tinggi.
“Nilai kontrak yang jauh lebih murah di bawah HPS juga membawa pada pelaksanaan kontrak. Pekerjaan pasti tidak sesuai spesifikasi yang ditentukan, kualitas dan mutu tidak akan terpenuhi,” tegasnya.
Maka dari itu, pungkas Tantan, pihaknya bersama organ-organ aksi mahasiswa anti korupsi akan mendesak pihak-pihak terkait untuk mengambil sikap tegas atas pelaksanaan proyek infrastruktur transportasi tersebut. (*wn/and)