Polda Kalimantan Barat Keluarkan SP3 Mantan Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan, Direktur CV Swan Menuntut Keadilan
PONTIANAK, eljabar.com – Pengadilan Negeri (PN) Pontianak kembali menggelar sidang lanjutan Praperadilan, dengan agenda pembuktian dari termohon Praperadilan, di PN Pontianak, Jl. Slt. Abdurrahman No. 89, Sungai Bangkong, Kec. Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (15/11/2024).
Praperadilan sendiri diajukan atas dugaan pelanggaran hukum dalam penghentian penyidikan kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan Muda Mahendrawan. Gugatan ini diajukan oleh Natalria Tetty Swan Siagian sebagai Direktur CV Swan, yang menuntut keadilan atas pengabaian dirinya sebagai korban utama dalam proses restorative justice.
Sindang Praperadilan tersebut adalah terkait penghentian penyidikan yang dilakukan pihak penyidik kepolisian tanpa melibatkan korban, Natalria Tetty Swan Siagian yang tak lain adalah Direktur CV Swan.
Dalam sidang kemarin termohon menghadirkan saksi dan oleh pemohon prapradilan ditolak dengan alasan karena saksi itu sendiri merupakan penyidik yang merupakan termohon juga.
Dalam sidang juga terungkap termohon mengiyakan bahwa saksi pelapor mengatasnamakan CV SWAN dalam pembuatan laporan polisi dan sepakat bahwa SPK mempunyai kekuatan membuktikan ketimbang MoU Iwan Darmawan.
Berdasarkan segalan dokumen alat bukti yang diberikan termohon pun tidak ada satupun dokumen yang menyatakan Iwan Darmawan merupakan korban karena korbannya adalah CV Swan.
Sehingga dalil termohon yang menyatakan Iwan Darmawan adalah korban berdasarkan keterangan saksi saksi dan alat bukti adalah suatu kebohongan dikarenakan tidak dapat dibuktikan.
Pada bagian lain terkait Ahli Pidana yang dihadirkan Termohon, kami nilai adanya keberpihakan, dikarenakan ketika ditanya apabila terjadi Restorative Justice yang dilakukan Saksi Pelapor tanpa melibatkan korban (sesuai Perpol No. 8 Th 2022), apakah menurut ahli sah atau tidak? Apa konsekuensi terhadap SP3 atas penghentian penyidikan tersebut?
Bahwa ahli menyatakan, tidak bisa menjawab hal tersebut karena bukan kewenangannya menjawab, padahal kami selaku Pemohon bertanya kepadanya sebagai ahli untuk menafsirkan suatu peraturan dan apa yang kami sampaikan hanyalah perbedaan pendapat.
“Padahal yang kami pertanyakan bukanlah pendapat kami, melainkan dasar hukum yang jelas diatur dalam sebuah peraturan. Namun demikian tetaplah ahli dari Termohon tidak berani menjawab pertanyaan tersebut, karena jika mengacu kepada aturan dan bukti yang mereka miliki, sangat jelas siapa korbannya,” jelasnya.
SP3 Kontroversial dan Peran Muda Mahendrawan
Seperti diketahui pada Agustus 2024, Polda Kalimantan Barat menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SP3) untuk mantan Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan dan mantan Direktur PDAM Tirta Raya, Uray Wisata, dengan alasan telah tercapai kesepakatan restorative justice.
Namun, Natalria, yang melaporkan kerugian besar akibat tindakan kedua tersangka, merasa diabaikan.
“Proses restorative justice tidak melibatkan klien kami sebagai korban utama, tetapi justru melibatkan pelapor lain, Iwan Darmawan, yang bukan korban langsung. Ini mencederai prinsip keadilan,” ujar Zahid Johar Awal, S.H., kuasa hukum Natalria.
Menurut Zahid, restorative justice yang dilakukan bertentangan dengan Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024, yang mengharuskan korban utama dilibatkan.
Zahid juga menegaskan, bahwa CV Swan adalah pihak yang dirugikan, bukan pelapor lain yang disebut dalam SP3.
Nunang Fattah, S.H., advokat senior dalam tim hukum Natalria, menilai bahwa penyidikan yang dilakukan menunjukkan penyimpangan baik secara materiil maupun formil.
“Secara materiil, hasil penyidikan tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. CV SWAN adalah korban utama yang mengalami kerugian besar, tetapi justru pelapor lain, Iwan Darmawan, yang menerima kompensasi,” jelas Nunang.
Nunang juga menyoroti bahwa secara formil, proses perdamaian dilakukan dengan Iwan, yang tidak memiliki kapasitas sebagai korban.
“Ini seperti dagelan hukum. Bagaimana mungkin pelapor yang bukan korban utama mendapat pemulihan, sementara korban sebenarnya diabaikan?” tambahnya.
Dalam sidang praperadilan dengan nomor perkara 14/Pid.Pra/2024/PN Ptk, tim hukum Natalria membeberkan sejumlah bukti, termasuk lima SPK dan kuitansi pembayaran yang membuktikan kerugian CV Swan.
Selain itu, termohon menghadirkan saksi penyidik yang justru menunjukkan adanya konflik kepentingan dalam proses penghentian penyidikan.
“Fakta-fakta ini memperjelas bahwa penghentian penyidikan ini mengabaikan prinsip keadilan dan mengutamakan kepentingan pihak tertentu, termasuk tersangka Muda Mahendrawan,” tegas Zahid. ***