SUMENEP, eljabar.com – Kebijakan efisiensi anggaran yang disampaikan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Sumenep, Edy Rasiyadi, pasca diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 menuai penolakan tegas dari Komisi III DPRD Sumenep. Ketua Komisi III DPRD Sumenep, M. Muhri, menegaskan bahwa pemangkasan anggaran, terutama yang berdampak langsung pada kepentingan masyarakat, tidak dapat diterima begitu saja tanpa pembahasan.
“Secara prinsip, kami menolak wacana pemangkasan kegiatan kedewanan. Bukan berarti kami menentang Inpres, tetapi kami merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan implementasinya,” ujar Muhri didampingi Sekretaris Komisi III DPRD Sumenep, Wiwid Harjo Yudanto, Senin (11/3).
Salah satu sorotan utama DPRD adalah pemangkasan anggaran perjalanan dinas (Perdin) tanpa koordinasi sebelumnya. Muhri menilai keputusan tersebut tergesa-gesa dan tidak melalui mekanisme yang semestinya.
“Seharusnya ada pembicaraan lebih dulu, tidak bisa ujug-ujug dipangkas. Ini aneh tapi nyata,” tegasnya.
Sekretaris Komisi III, Wiwid Harjo Yudanto, juga mengkritik pernyataan Sekkab yang menyebut beberapa kegiatan kedewanan terkena dampak efisiensi, termasuk yang dianggap overlap. Wiwid menilai eksekutif telah bertindak di luar kewenangannya dalam mengatur anggaran.
“Sejak kapan eksekutif memiliki fungsi anggaran sebagaimana legislatif? Anggaran harus dibahas bersama, bukan diputuskan sepihak,” katanya.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumenep, Akhmadi Yasid, mendesak eksekutif untuk segera mengadakan pertemuan dengan legislatif, terutama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Sumenep, guna membahas postur anggaran setelah Inpres diterbitkan.
“Kita perlu bicara detail dan transparan. Sudah sebulan lebih sejak Inpres keluar, tapi belum ada rapat apa pun terkait efisiensi ini. Ada apa sebenarnya?” ujar Yasid dengan nada heran.
Sebelumnya, Sekkab Sumenep Edy Rasiyadi dalam berbagai kesempatan telah mengumumkan kebijakan pemangkasan anggaran, termasuk pada kegiatan kedewanan. Namun, keputusan ini justru menjadi polemik di DPRD karena dinilai tidak melalui mekanisme yang sesuai. (Ury)