Mendorong Potensi Peternakan Jawa Barat Bersaing Secara Kompetitif

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Sektor peternakan Jawa Barat memang memiliki potensi besar. Terdapat stok peternak lokal, wilayah mendukung, serta peluang pasar yang luas. Namun produktivitasnya masih terkendala: dari akses modal, teknologi, infrastruktur, hingga regulasi.
Dalam posisi strategis sebagai Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jabar, Lina Ruslinawati secara konsisten mendorong kebijakan dan program-program pendukung, mulai dari pelatihan teknis, kunjungan evaluasi, hingga dorongan regulasi dan anggaran.
Lina Ruslinawati menegaskan bahwa potensi peternakan di daerah Jawa Barat, khususnya di dataran tinggi dan wilayah pedesaan, sangat besar. Namun butuh dorongan lebih lanjut agar bisa optimal.
Sehingga Lina menyarankan agar pemerintah daerah memperluas akses teknologi untuk peternak rumahan, sarana pendingin (cold chain), serta penerapan standar mutu agar produk mampu bersaing di pasar regional maupun nasional.
“Kita perlu optimalkan potensi peternakan di dataran tinggi seperti Lembang. Banyak peternak lokal yang sudah siap scale up, tapi terkendala akses pasar dan teknologi,” ungkap Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.
Meski fokus utamanya sering pada tanaman pangan, Lina juga mendorong sinergi antara sektor pertanian dan peternakan. Dinas peternakan dan petani tanaman pangan didorong bekerja sama lewat penggunaan agen hayati untuk meningkatkan kesehatan hewan dan tanaman.
Maka pelatihan penggunaan agen hayati sebagai solusi inovatif untuk mengurangi penggunaan kimia, baik di kebun maupun pakan ternak, menurut Lina penting untuk dilakukan.
“Pendekatan ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bisa menekan biaya produksi peternakan. Dengan pemberdayaan petani dan peternak menggunakan agen hayati, diharapkan terjadi sinergi antara sektor pertanian dan peternakan untuk menjaga kesehatan ekosistem dan meningkatkan produktivitas,” jelasnya.
Selain itu, Lina juga mencatat sejumlah kendala klasik. Mulai dari akses jalan menuju desa pegunungan sering sulit, fasilitas listrik dan air bersih terkadang terbatas, dan modal usaha peternakan kecil cukup sulit diakses.
“Laporan di lapangan menunjukkan para peternak lokal masih mengandalkan sistem tradisional, dengan keterbatasan akses modal dan sertifikasi produk. Ini yang harus kita dorong lewat kemitraan koperasi dan BUMDes,” tandasnya.
Sebagai wakil rakyat, Lina menekankan pentingnya regulasi daerah mendukung pengembangan peternakan. Ia menyoroti alokasi anggaran yang masih rendah: di tahun 2024, anggaran pertanian—yang juga memayungi peternakan—hanya sekitar 4,3% dari total APBD Jawa Barat.
“Perjuangan saya belum selesai. Kita perlu dorong kenaikan porsi anggaran untuk sektor pertanian dan peternakan,” tegasnya.
Lina memandang sektor peternakan di Jawa Barat punya potensi untuk menembus pasar regional, bahkan ekspor. Produk seperti susu segar Lembang, daging kambing dari Cikole, hingga telur itik dan unggas lokal bisa diperkenalkan lewat branding kualitas.
Namun untuk itu, dibutuhkan sinergi antar stakeholder: pemerintah daerah perlu membuka akses pasar dan memperkuat branding, pelaku peternakan wajib menjaga mutu, dan investor atau pengusaha bersedia menyuntikkan modal untuk skala usaha.
“Kami akan terus memantau. Saya tidak mau ini sekadar janji politis. Harus ada aksi nyata yang dirasakan peternak,” tandas Lina.
Politikus Gerindra ini optimis bahwa bila kolaborasi berjalan baik antara legislatif, eksekutif, pelaku peternakan, dan masyarakat, Jawa Barat bisa menjadi penghasil utama produk peternakan unggulan.
Langkah ke depan adalah memastikan rekomendasi konkret diterjemahkan dalam APBD, kebijakan teknis, dan pembangunan infrastruktur hingga ke desa-desa.
“Bila hal ini terjadi, bukan tidak mungkin Jawa Barat dapat menjadi ikon peternakan nasional dengan produk yang kompetitif, berkelanjutan, dan berbasis kemandirian local,” pungkasnya. (muis)