Jaga Hutan, Jaga Masa Depan: Dorong Rehabilitasi dan Tata Kelola Kehutanan Jawa Barat

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kekayaan hutan cukup besar, dengan bentang alam mulai dari pegunungan, perbukitan, hingga hutan lindung dan konservasi.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kawasan hutan di Jawa Barat mengalami tekanan luar biasa akibat alih fungsi lahan, perambahan ilegal, serta lemahnya pengawasan tata kelola hutan.
Lina Ruslinawati, Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, menegaskan bahwa sektor kehutanan harus menjadi prioritas strategis dalam pembangunan daerah, karena menyangkut ketahanan lingkungan, bencana alam, serta kesejahteraan masyarakat desa hutan.
“Jika hutan rusak, maka kita kehilangan lebih dari sekadar pohon. Kita kehilangan sumber air, kehilangan udara bersih, bahkan kehilangan identitas ekologis Jawa Barat,” ujar Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.
Menurut data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, luas kawasan hutan di Jabar sekitar 894.000 hektare, terdiri dari hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi. Namun, tidak semuanya dalam kondisi baik.
Sekitar 30 persen dari total hutan tersebut mengalami kerusakan atau degradasi, baik akibat pembalakan liar, pertambangan ilegal, maupun alih fungsi menjadi perkebunan dan permukiman.
“Dari kunjungan lapangan yang kami lakukan, terutama di wilayah Priangan Timur dan Jabar bagian utara, kerusakan hutan sangat nyata. Banyak mata air yang mati, dan tanah mulai kehilangan daya resapnya. Akibatnya, saat hujan deras datang, banjir bandang dan longsor menjadi bencana rutin,” jelas Lina.
Lina juga menyinggung data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Cimanuk-Citanduy yang menyebutkan bahwa tutupan lahan kritis di Jawa Barat mencapai lebih dari 320.000 hektare. Sebagian besar berada di wilayah hulu sungai-sungai besar yang menjadi sumber air bagi jutaan warga.
Sebagai legislator yang menangani bidang perdagangan, perindustrian, dan kehutanan, Lina mendorong Pemprov Jawa Barat dan pemerintah pusat untuk lebih serius dalam rehabilitasi hutan dan penguatan program perhutanan sosial.
“Rehabilitasi bukan hanya soal tanam pohon massal, tapi harus menyentuh akar masalahnya. Masyarakat sekitar hutan harus dilibatkan secara aktif dan diberikan akses legal melalui skema perhutanan sosial,” tegas politisi perempuan dari Fraksi Gerindra tersebut.
Program perhutanan sosial memungkinkan masyarakat untuk mengelola kawasan hutan secara legal dengan tetap menjaga kelestariannya. Menurut Lina, pendekatan ini terbukti lebih efektif karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekosistem hutan.
“Di beberapa desa hutan, seperti di Cianjur dan Sukabumi, perhutanan sosial sudah menunjukkan hasil positif. Masyarakat tidak hanya menanam pohon, tapi juga memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti madu, kopi hutan, dan tanaman obat. Ini sangat membantu ekonomi desa,” tambahnya.
Lina juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap izin pemanfaatan hutan oleh korporasi besar. Ia menilai, masih banyak tumpang tindih lahan antara kawasan hutan dan wilayah konsesi, yang menyebabkan konflik tenurial dan kerusakan lingkungan.
“DPRD mendorong agar Dinas Kehutanan dan instansi terkait memperketat pengawasan terhadap HGU dan HPH, serta mengevaluasi izin yang bermasalah. Kita harus adil, jangan sampai masyarakat kecil ditindak keras, tapi perusahaan besar yang melanggar justru dilindungi,” ujarnya.
Ia juga meminta agar pengelolaan hutan di Jawa Barat dilakukan secara integratif dan berbasis data spasial yang akurat, termasuk pemetaan ulang kawasan hutan lindung yang kini terancam oleh pembangunan infrastruktur dan industri.
Dalam era digital, Lina juga mendorong pemanfaatan teknologi dalam pemantauan hutan, termasuk penggunaan citra satelit, drone, serta sistem informasi geografis (GIS) untuk mendeteksi perubahan tutupan lahan secara real-time.
“Teknologi bisa menjadi alat ampuh untuk mencegah perusakan hutan. Tapi itu tidak cukup tanpa kolaborasi. Pemerintah daerah, LSM, akademisi, dan masyarakat harus duduk bersama dan berbagi peran,” katanya.
Kehutanan Jawa Barat adalah urat nadi ekologis yang menopang kehidupan jutaan warga. Kerusakan hutan bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga masalah kemanusiaan, ekonomi, dan sosial. Suara seperti Lina Ruslinawati yang konsisten mengawal isu kehutanan dari parlemen daerah sangat penting dalam mendorong perubahan.
“Dengan komitmen kebijakan, anggaran yang memadai, dan partisipasi publik yang kuat, masa depan hutan Jawa Barat masih bisa diselamatkan. Hutan lestari, rakyat pun sejahtera,” pungkasnya. (muis)







