Mendorong Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat di Jawa Barat

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Kebutuhan akan hunian layak dan terjangkau di Provinsi Jawa Barat terus menjadi isu strategis di tengah laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang masif.
Sejumlah tantangan sekaligus peluang yang dihadapi pemerintah daerah dalam membangun dan menyediakan perumahan rakyat yang memadai untuk seluruh lapisan masyarakat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, backlog (kekurangan) perumahan di provinsi ini masih berada pada angka lebih dari 1,2 juta unit. Ini artinya, jutaan warga Jawa Barat masih hidup dalam hunian yang tidak layak, menumpang, atau belum memiliki rumah sendiri.
Daerah-daerah penyangga ibu kota seperti Kabupaten Bekasi, Bogor, dan Karawang, serta wilayah metropolitan Bandung Raya, menjadi pusat konsentrasi kebutuhan perumahan yang paling tinggi akibat urbanisasi dan pertumbuhan industri.
“Ketersediaan perumahan rakyat adalah hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mempercepat pembangunan rumah layak huni, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” jelas Prasetyawati, kepada elJabar.com.
Sebagai Anggota Komisi 4 DPRD Jabar yang membidangi infrastruktur dan perumahan, Prasetyawati mencatat bahwa program perumahan rakyat seperti rumah susun, rumah bersubsidi, dan bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) masih belum merata secara geografis dan sosiologis.
“Selama ini, fokus pembangunan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Sementara wilayah pedesaan dan perbatasan kerap luput dari perhatian, padahal banyak warga miskin di sana yang tinggal di rumah tidak layak huni,” ungkapnya.
Prasetyawati menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menyukseskan program perumahan rakyat. Ia mendorong agar Pemprov Jawa Barat menggandeng Kementerian PUPR, Bank Tanah Nasional, dan pengembang perumahan swasta untuk mempercepat pembangunan hunian terjangkau.
“Kita harus duduk bersama antara pemda, kementerian, dan swasta. Salah satu model yang bisa diterapkan adalah public-private partnership (PPP), di mana pengembang diberi insentif untuk membangun rumah murah bagi MBR, tetapi tetap memperhatikan kualitas dan lingkungan,” ujarnya.
Prasetyawati, menyebut pentingnya peran BUMD dan BUMDes dalam mengelola program rumah rakyat di tingkat lokal, terutama dalam hal pemetaan lahan, pendataan warga penerima manfaat, serta pengawasan terhadap pelaksanaan proyek.
Dia juga menekankan bahwa pembangunan perumahan rakyat tidak boleh semata-mata bersifat fisik dan teknis. Aspek sosial dan lingkungan harus menjadi bagian integral dari perencanaan.
“Jangan sampai rumah rakyat justru dibangun di kawasan rawan bencana, tanpa akses air bersih, sanitasi, atau transportasi. Ini akan menimbulkan masalah sosial baru. Perumahan rakyat harus mendukung kehidupan yang bermartabat dan berkelanjutan,” katanya.
Tantangan besar dalam pembangunan perumahan rakyat di Jawa Barat menurut Prasetyawati, adalah komitmen politik dan keberanian dalam membuat kebijakan afirmatif. Ia berharap Gubernur Jawa Barat yang baru ke depan bisa menjadikan sektor perumahan rakyat sebagai prioritas utama pembangunan sosial.
“Kalau ingin menurunkan kemiskinan, memperkuat keluarga, dan membangun masa depan anak-anak Jawa Barat, kita harus mulai dari rumah. Karena rumah bukan sekadar bangunan, tapi fondasi kehidupan,” pungkasnya. (muis)







