Potensi Penerimaan Sektor Kehutanan di Jawa Barat Perlu Dimaksimalkan

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Sektor kehutanan Jawa Barat dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan. Namun, hingga kini, potensi tersebut masih belum tergarap secara optimal.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Komisi 3 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat, H. Heri Ukasah Sulaeman, S.Pd., M.SI., M.H., dalam keterangannya usai melakukan kunjungan kerja ke sejumlah kawasan hutan produksi dan konservasi di wilayah Priangan Timur.
Menurut Heri Ukasah, wilayah Jawa Barat memiliki luas kawasan hutan sekitar 894 ribu hektare, yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, Cianjur, hingga Bogor. Dari total tersebut, sebagian besar masuk dalam kategori hutan negara yang dikelola oleh Perhutani dan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kehutanan. Namun, kontribusinya terhadap PAD Jawa Barat masih sangat minim.
“Kalau kita bicara potensi, sangat besar. Tapi kalau kita lihat dari sisi penerimaan daerah, itu belum mencerminkan potensi yang ada. Ini harus menjadi perhatian semua pihak, baik legislatif maupun eksekutif, untuk segera melakukan langkah-langkah strategis,” kata Heri Ukasah, kepada elJabar.com.
Berdasarkan data yang dihimpun, sektor kehutanan hanya menyumbang sekitar 0,5% dari total PAD Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar penerimaan itu berasal dari bagi hasil pengelolaan hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, serta retribusi izin pemanfaatan kawasan.
Padahal, menurut Heri, sektor kehutanan memiliki potensi pendapatan dari berbagai lini, seperti jasa lingkungan, pariwisata berbasis ekowisata, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (seperti madu, rotan, dan getah), hingga peluang carbon trading yang kini menjadi perhatian global dalam isu perubahan iklim.
“Kita tidak hanya bicara soal kayu. Ada potensi besar dari jasa lingkungan seperti pembayaran karbon (carbon offset), ekowisata, hingga pengembangan kawasan hutan sosial yang dikelola masyarakat. Kalau ini bisa dimaksimalkan, tentu akan berdampak besar bagi pendapatan daerah,” jelasnya.
Salah satu hambatan dalam optimalisasi sektor kehutanan adalah soal tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. Heri menilai, selama ini peran Perhutani sebagai pengelola kawasan hutan produksi belum banyak memberikan ruang kepada daerah untuk berinovasi dalam pengelolaan kawasan.
Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap skema kerja sama antara Perhutani, dinas kehutanan, dan pemerintah kabupaten/kota agar pengelolaan hutan lebih adaptif terhadap kebutuhan daerah.
“Kita butuh regulasi yang lebih fleksibel. Misalnya, pembagian pendapatan dari pemanfaatan kawasan hutan harus jelas. Saat ini, daerah cenderung hanya menjadi penonton, padahal wilayah dan sumber dayanya berasal dari daerah,” kata politisi Partai Gerindra tersebut.
Salah satu potensi besar yang disebut Heri adalah pengembangan ekowisata di kawasan hutan yang memiliki nilai ekologi dan estetika tinggi. Ia mencontohkan kawasan hutan di sekitar Gunung Papandayan, Gunung Gede Pangrango, dan hutan konservasi di wilayah Lembang yang kerap menjadi tujuan wisata alam. Namun, belum ada integrasi antara pengelolaan kawasan wisata dengan kepentingan pendapatan daerah.
“Pengelolaan kawasan wisata berbasis hutan harus dikerjasamakan antara Perhutani, pemerintah daerah, dan pelaku usaha lokal. Jika sinergi ini terbangun, maka PAD dari sektor kehutanan bisa meningkat secara signifikan,” ujarnya.
Selain itu, program Perhutanan Sosial yang dicanangkan pemerintah pusat dinilai dapat menjadi solusi pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus upaya konservasi hutan. Namun, Heri menekankan perlunya pendampingan intensif dan akses modal bagi kelompok tani hutan agar program tersebut tidak berhenti di atas kertas.
Di tengah tantangan fiskal dan kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat, sektor kehutanan bisa menjadi solusi alternatif yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tapi juga berdampak positif bagi lingkungan.
“Kita harus percaya bahwa sektor kehutanan adalah aset strategis, bukan beban. Tinggal bagaimana kita bersama-sama mengelolanya dengan benar, jujur, dan profesional,” pungkas Heri Ukasah. (muis)