Adikarya ParlemenParlemen

Optimalisasi Pengelolaan Kekayaan Daerah Jawa Barat untuk Tingkatkan Kemandirian Fiskal 

ADHIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com – Sekretaris Komisi 3 DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Heri Ukasah Sulaeman, S.Pd., M.SI., M.H., menegaskan pentingnya langkah serius dan terukur dalam mengelola kekayaan daerah agar memberikan nilai tambah nyata bagi masyarakat.

Menurutnya, aset-aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tersebar di berbagai daerah masih banyak yang belum termanfaatkan secara optimal, bahkan sebagian masih menghadapi persoalan administratif dan hukum yang kompleks.

“Potensi kekayaan daerah kita sangat besar, tetapi selama ini belum sepenuhnya menjadi sumber penerimaan yang signifikan bagi pendapatan asli daerah (PAD). Ada aset yang belum bersertifikat, ada pula yang penggunaannya tidak jelas. Ini harus segera kita bereskan agar aset tersebut bisa dikelola dan memberi manfaat ekonomi,” ungkap Heri Ukasah, kepada elJabar.com.

Heri menjelaskan, pengelolaan kekayaan daerah merupakan bagian penting dari kebijakan keuangan daerah yang berorientasi pada kemandirian fiskal. Dalam konteks itu, Jawa Barat perlu mendorong sinergi lintas perangkat daerah untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengoptimalkan pemanfaatan seluruh aset milik provinsi, baik berupa tanah, bangunan, infrastruktur, maupun saham penyertaan di berbagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Heri menilai, masih banyak aset daerah yang belum produktif karena dikelola secara konvensional atau tidak ada model bisnis yang memadai. Padahal, jika dilakukan dengan pendekatan profesional, aset-aset tersebut bisa menjadi sumber PAD baru tanpa membebani masyarakat dengan pajak atau retribusi tambahan.

“Contohnya, lahan milik pemprov di beberapa lokasi strategis bisa dikembangkan melalui skema kerja sama pemanfaatan dengan pihak swasta. Dengan prinsip Build Operate Transfer (BOT) atau kerja sama pemanfaatan aset lainnya, pemda bisa mendapatkan nilai ekonomi yang besar tanpa kehilangan hak kepemilikan,” jelasnya.

Menurut Heri, DPRD Jabar saat ini tengah mendorong Pemprov untuk memperkuat data base aset daerah melalui sistem digitalisasi terintegrasi. Hal ini penting agar tidak ada lagi aset yang ‘menghilang’ atau dibiarkan terbengkalai tanpa kejelasan status.

“Digitalisasi aset akan memudahkan pengawasan dan perencanaan pemanfaatan ke depan. Ini juga menjadi bentuk transparansi kepada publik bahwa kekayaan daerah dikelola dengan baik, profesional, dan akuntabel,” tegasnya.

Heri Ukasah mengakui, salah satu persoalan klasik dalam pengelolaan kekayaan daerah adalah status hukum dan administrasi aset yang belum tuntas. Banyak aset yang belum memiliki sertifikat, sementara sebagian lainnya dipakai oleh instansi yang bukan pemilik sahnya.

“Kami menemukan ada aset milik Pemprov yang masih dipakai instansi vertikal, ada juga yang dipinjamkan bertahun-tahun tanpa perjanjian yang jelas. Ini menyebabkan potensi pendapatan hilang begitu saja,” ungkapnya.

Ia menambahkan, penyelesaian masalah tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) saja, melainkan harus ada koordinasi lintas sektor, termasuk dengan BPN, Kejaksaan, hingga pihak legislatif.

“Langkah penertiban harus disertai dengan dasar hukum yang kuat agar tidak menimbulkan persoalan baru. Kalau perlu, Pemprov membentuk tim khusus penataan aset yang melibatkan aparat penegak hukum, supaya setiap langkahnya terukur dan tidak menimbulkan kerugian negara,” katanya.

Selain optimalisasi langsung, Heri juga menyoroti pentingnya BUMD sebagai instrumen strategis dalam pengelolaan kekayaan daerah. Ia menilai, BUMD memiliki potensi besar untuk mengelola aset daerah secara profesional sepanjang didukung manajemen yang sehat dan transparan.

“BUMD itu sebenarnya bisa menjadi ujung tombak pengelolaan aset, karena mereka memiliki kapasitas bisnis dan fleksibilitas dibanding perangkat daerah biasa. Namun, yang harus diperbaiki adalah tata kelola dan akuntabilitasnya. Jangan sampai aset diserahkan, tapi hasilnya tidak jelas,” tutur Heri.

Ia menyebutkan, beberapa BUMD seperti PT Jaswita Jabar atau PT Jasa Sarana memiliki pengalaman dalam kerja sama pengelolaan aset pariwisata dan infrastruktur. Namun, menurutnya, masih dibutuhkan evaluasi menyeluruh agar pola kerja sama yang dilakukan benar-benar menguntungkan daerah.

“DPRD akan mendorong adanya audit kinerja dan keuangan bagi seluruh BUMD, terutama yang mengelola aset publik. Ini bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memastikan bahwa setiap rupiah dari kekayaan daerah benar-benar memberi nilai tambah bagi masyarakat Jawa Barat,” tegasnya.

Heri Ukasah menekankan, pengelolaan kekayaan daerah tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan regulasi yang jelas dan kebijakan lintas sektor yang sinkron. Menurutnya, masih terdapat tumpang tindih antara peraturan pusat dan daerah yang kadang menghambat proses optimalisasi aset.

“Contohnya, ada aset yang secara legal milik daerah, tapi penggunaannya diatur oleh kementerian tertentu. Ini menimbulkan dilema hukum yang membuat pemda tidak leluasa mengelola. Maka, kami di DPRD mendorong adanya harmonisasi regulasi agar aset daerah bisa dimanfaatkan sesuai kepentingan pembangunan lokal,” ujarnya.

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya keberlanjutan kebijakan agar pengelolaan aset tidak terhenti karena pergantian kepemimpinan.

“Setiap kepala daerah harus menjadikan pengelolaan aset sebagai agenda prioritas jangka panjang, bukan proyek lima tahunan. Karena ini menyangkut fondasi keuangan daerah di masa depan,” tandasnya.

Dengan populasi terbesar di Indonesia dan posisi strategis sebagai penyangga ekonomi nasional, Jawa Barat memiliki peluang besar menjadi provinsi yang mandiri secara fiskal. Namun, hal itu baru bisa terwujud jika seluruh potensi kekayaan daerahnya dikelola dengan baik.

“Kalau pengelolaan aset berjalan transparan, akuntabel, dan produktif, saya yakin PAD Jawa Barat bisa meningkat signifikan. Ini akan memperkuat kemampuan kita membiayai pembangunan tanpa terlalu bergantung pada dana transfer pusat,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button