
Kab. BANDUNG, eljabar.com — Salah satu ahli waris enuk wawa, HJ. Dede Kodariah menuturkan keinginan ahli waris sebenarnya sederhana, ahli waris menginginkan PT. Alkanz Putra Mahkota tidak melakukan kegiatan proyek sebelum proses hukum selesai, tetapi pada kenyataannya dengan berbagai cara PT. Alkanz Putra Mahkota malah sudah beberapa kali akan memaksakan diri untuk memasukan alat berat jenis bulldozer, “Keinginan ahli waris itu simple, ahli waris menginginkan PT. Alkanz Putra Mahkota tidak melakukan kegiatan proyek sebelum proses hukum selesai,” kata dia kepada kami melalui pesan WhatsApp, Sabtu (02/12/2017) malam.
Ditambahkan Dede, ahli waris akan menuruti proses hukum , malah kuasa hukum dari kedua belah pihak sudah bertemu dan ditengahi oleh pihak kepolisian Polsek Nagreg yang disepakati antar kedua belah pihak tidak akan melakukan aktivitas sebelum proses hukum berhenti.
“Ahli waris ingin proses hukum di hormati dan keputusan bukan di Kepolisian tetapi di pengadilan, nantinya dan itu tidak akan sebentar pasti akan memakan waktu yang cukup lama. Dari surat PT. Alkanz Putra Mahkota, menurut Dede, mereka berdalih tidak akan menurunkan Bulldozer dilahan yang sedang bersengketa, yakni lahan sertifikat atas nama Ipong dan Tatang Sopandi, namun lahan tersebut masih diatas persil dan kohir yang sama,” tuturnya.
Mengenai adanya pihak kami mengerahkan masa bayaran, menurut Dede, “Semua itu tidak benar, mereka, merupakan anak-anak saya, semua anak-anak yang datang dari jauh-jauh hari dan sebelum masalah ini mencuat pun mereka selalu hadir di setiap acara napak tilas di Darmita Atmaja, diantaranya Ormas dan OKP, semua itu adalah satu keluarga yang setia dan hadir sudah menganggap orang tuanya sendiri yang tentunya bila orangtuanya ada yang mengganggu tentunya mereka akan spontan membantu orangtuanya,“ imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah, tim kuasa hukum PT. Alkanz Putra Mahkota, (Heron miller & Associates ), Badai Beni Kuswanto, mengatakan bahwa kliennya merasa dideskreditkan oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris enuk wawa.
Hal tersebut kami rasakan pada saat klien kami akan melakukan kegiatan awal proyeknya yang berlokasi di Desa Ganjar Sabar, Kec. Nagreg, Kab. Bandung. Senin (27/11/2017), “Klien kami diberhentikan oleh ahli waris dan masa (diduga masa bayaran) memang mereka tidak anarkis, tetapi sudah mengarah gerakan premanisme, bahkan hal tersbut sudah tercatat oleh satuan intel Polsek Nagreg,” kata dia kepada eljabar.com saat dihubungi melalui sambungan selularnya, Sabtu (02/12/2017) malam.
“Penolakan tersebut terjadi lagi pada esok harinya Selasa (28/11/2017), saat klien kami akan memasang patok di aera lahan kami (PT. Alkanz Putra Mahkota), namun saat klien kami hendak memasang patok, klien kami pun diberhentikan kembali oleh mereka, penghentian kepada klien kami sudah tiga kali dilakukan oleh mereka, bahkan tidak luput klien kami mendapatkan ancaman dari mereka,” lanjut Badai.
Dijelaskan Badai, “Permasalahan ini sebenarnya telah di proses hukum di Polres Bandung dengan tuduhan penyerobotan lahan dan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh rekanan PT. Alkanz Putra Mahkota, namun laporan tersebut tidak ada kaitannya dengan klien kami, selain itu, lanjut Badai, tuduhan kepada rekanan PT. Alkanz Putra Mahkota itu tidak terbukti sehingga Polres Bandung menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),” tuturnya.
Menuriut Badai, PT. Alkanz Putra Mahkota pada tahun 2016 telah membeli lahan dari tiga pemilik yakni dari Bank Muamalat, dari Ibu Ipong, dan dari Tatang Supendi, proses jual beli seduah melalui prosedur yang jelas, namun, disaat klien kami akan mengawali proyek dengan mendatangkan alat berat jenis bulldozer, dan bulldozer tersebut pun akan kami turunkan di lahan yang kami beli dari Ibu Ipong dan Tatang Supendi, namun mereka keukeuh tidak menginjinkannya, mereka pun menolak kami untuk menurunkan alat berat dilahan yang kami miliki secara keseluruhan bahkan disaat kami meminta mereka untuk menunjukkan legalitasnya, mereka pun tidak bisa menunjukkan alat bukti sedikitpun bahwa mereka sebagai pemilik lahan tersebut.
“Transaksi kan dilakukan pada tahun 1996, almarhum Ibu Enuk Wawa meninggal pada tahun 2013, kok semasa hidup ibu enuk wawa mereka gak ada komplain, jadi, menurut Badai, ada keheranan kenapa semasa hidupnya almarhumah tidak ada komplain perihal itu. Ini kan aneh?,“ bebernya. (KikiAndriana)