Pameran Kopi Jarang Digelar di Sumedang
SUMEDANG, eljabar.com — Para petani kopi di Kabupaten Sumedang menyayangkan kurangnya pameran-pameran kopi di Sumedang jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat.
Sebab, selain persaingan yang ketat antara petani kopi dan produk kemasan kopi, dikhawatirkan produk kopi Sumedang akan kalah bersaing.
Dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati-ITB, Dr Mulyaningrum menyampaikan pekerjaan rumah besar bagi para petani dan pelaku usaha kopi untuk menjawab tantangan yang semakin ketat di dalam menyikapi kompetisi perdagangan kopi.
“Berkaca pada Forest Coffee Festival yang diselenggarakan Perhutani Jawa Barat dan Banten di Cikole Lembang, mampu mengumpulkan puluhan pelaku bisnis kopi berbasis Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang menyajikannya dalam kemasan cantik dan menarik. Beberapa mengeluhkan, dengan semakin banyak petani memproduksi kopi mengakibatkan tingginya persaingan usaha di bidang kopi. Ini menjadi renungan kita bersama untuk menyikapi fenomena tersebut, khususnya petani kopi Gunung Geulis sebagai binaan ITB perlu melakukan inovasi yang strategis baik dari aspek teknologi pengolahan untuk menghasilkan karakteristik citarasa yang khas maupun dari aspek pemasaran,”ungkapnya.
Menurutnya citarasa sebagai salah satu karakteristik yang perlu ditonjolkan agar menjadi ikon produk kopi asal Gunung Geulis. Begitu pula promosi berbasis IT menjadi penting agar lebih mendunia.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Gunung Geulis, Saepudin mengatakan bahwa pameran-pameran kopi di Sumedang terbilang jarang dilakukan sebagai akibat akses informasi yang sangat minim.
“Sehingga menjadi tantangan besar apabila persaingan kopi di Jawa Barat begitu ketat, kita tinggal mencari titik permasalahan nya dimana. Semisal lebih mempertahankan citarasa kopi Sumedang, dan kemasannya,” katanya.
Untuk Sumedang sendiri, ungkapnya akan ada pemberian mesin pencacah kopi dari Disperindag dan UMKM untuk diserahkan kepada petani kopi. Mudahan-mudahan, menurutnya, dengan pemberian bantuan mesin tersebut dapat meningkatkan produktivitas kopi di Sumedang.
“Ketika pameran kopi di Sabusu staf Dinas menyampaikan hal tersebut. Mudah-mudahan bantuan itu diterima masyarakat demi meningkatkan kesejahteraan melalui produksi kopi di Sumedang,” tandasnya.
Di sisi lain, Ir. Komarudin, Kepala KPH Bandung Utara (BDU) Perum Perhutani sebagai bagian dari penyelenggara festival kopi hutan, menyampaikan bahwa hasil-hasil hutan selain kayu yang memberikan nilai tambah ekonomi bagi MDH akan menurunkan laju tekanan penduduk terhadap kawasan hutan KPH BDU. Dengan luasan 20.560,36 Ha kawasan hutan KPH BDU yang mencapai 76% sebagai kawasan lindung, telah dikemas dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dimitrakan antara LMDH dengan Perhutani.
Telah terindikasi sekitar 3000 Ha tanaman kopi dengan luas sekitar 600 Ha tanaman kopi produktif yang telah dikerjasamakan.
“Sudah tentu hal ini mendatangkan manfaat ekonomi bagi MDH yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan,” demikian ungkapnya. (Abas)