ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Investasi merupakan salah satu elemen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Banyak negara yang kemudian memberikan kemudahan berinvestasi guna menyokong pembangunan. Berbagai macam insentif pun ditawarkan. Namun satu hal utama yang paling menarik investasi masuk adalah kemudahan berusaha dan sektor perizinan yang tidak berbelit-belit.
Ribetnya birokrasi dalam pengurusan izin bukan masalah baru yang dihadapi oleh masyarakat. Mulai dari pengurusan izin bangunan tempat tinggal sampai dengan ijin usaha.
Prinsip izin merupakan pengecualian terhadap sesuatu yang dilarang. Sehingga pemerintah perlu tegas dalam mengeluarkan izin yang dimohon oleh masyarakat. Apabila tidak boleh, katakan tidak boleh, dan seandainya bisa katakana bisa, lalu jangan dipersulit dalam pengurusannya.
Bagi dunia usaha, birokrasi yang terlalu panjang, waktu yang tidak sedikit, biaya dan ditambah lagi banyaknya pungutan tidak resmi, membuat investor pikir-pikir untuk menanamkan modal di Indonesia. Masalah-masalah ini membuat iklim investasi menjadi tidak sehat dan terus berulang dari tahun ketahun.
Tentunya hal tersebut disadari oleh pemerintah, sehingga perbaikan demi perbaikan perizinan pun dilakukan. Pengurusan perijinan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu 14 hari atau satu bulan misalnya, itu harus selesai sebagaimana waktu yang dijanjikan atau yang diatur dalam perda.
Kaitan dengan ijin yang dikeluarkan sesuai kewenangan pemerintah Provinsi Jawa Barat, Anggota Komisi 1 DPRD Jabar, Agam Gumay, akan berkoordinasi dengan OPD terkait, supaya pengelolaan penerbitan ijin kedepan bisa lancer demi terciptanya lapangan usaha baru di Jawa Barat.
“Layanan ijin yang dikeluarkan tidak rumit, sehingga memberi kemudahan bagi masyarakat. Baik perijinan yang sifatnya untuk bisnis maupun non-bisnis,” ujar Agam, kepada elJabar.com.
Biasanya sejumlah hal yang dikeluhkan oleh para investor, adalah inkonsistensi peraturan dan pajak. Sementara tiga persoalan lainnya menurut Agam, adalah kualitas tenaga kerja, ketersediaan lahan dan hambatan izin pembangunan, serta kualitas infastruktur.
Terlepas dari persoalan tersebut, sebenarnya pemerintah pernah mengeluarkan peraturan untuk mempermudah investasi masuk ke Indonesia, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
Aturan main di dalam Perpres ini bertujuan untuk memperlancar perizinan untuk pengusaha, termasuk bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) setelah mendapat persetujuan penanaman modal, serta percepatan pengurusan perizinan di daerah.
“Peraturan ini harus diikuti juga oleh pemerintah daerah, mulai dari layanan birokrasi sampai dengan durasi waktu atau lama waktu untuk penerbitan ijin,” kata Agam.
Meskipun perpres itu telah disosialisasikan oleh pemerintah pusat ke daerah dengan harapan dapat mempermudah perizinan, tetapi pada kenyataannya aturan ini tidak cukup efektif untuk menarik investasi masuk.
Hingga akhirnya pemerintah menerbitkan beberapa peraturan terkait untuk lebih memudahkan proses perizinan.
Setidaknya, terdapat tiga kebijakan terbaru yang sudah dan akan diterbitkan oleh pemerintah dan menjadi sorotan di tahun 2018 terkait investasi. Pertama, Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
PP No 24/2018 ini mengatur tentang Online Single Submission (OSS). Kedua, Peraturan Kepala BKPM No 6 Tahun 2018 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas Penanaman Modal. Dan ketiga adalah revisi Daftar Negatif Investasi.
“Permasalahan dilapangan inilah yang akan kita kaji bersama, apa yang menjadi problem. Sehingga masih sering terjadi kesulitan dan lambatnya penerbitan ijin. Dengan lancarnya layanan perijinan, diharapkan usaha baru dapat tumbuh subur di masyarakat,” pungkasnya. (Muis)