KPK Tetapkan Anggota DPRD Jabar Sebagai Tersangka
BANDUNG, elJabar.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anggota DPRD Jawa Barat, Abdul Rozaq Muslim (ARM), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengurusan dana bantuan provinsi kepada Kabupaten Indramayu tahun anggaran 2017-2019.
Dikutip dari laman resmi KPK, tersangka ARM diduga menerima suap atas bantuannya dalam perolehan proyek Carsa AS. ARM diduga menerima dana sebesar Rp. 8.582.500.000 dari Carsa, yang pemberiannya dilakukan dengan cara transfer ke rekening atas nama orang lain. Dalam proses penyidikan, KPK telah melakukan penyitaan aset berupa uang senilai Rp1.594.000.000.
Atas perbuatannya, ARM disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan ARM selama 20 hari terhitung sejak tanggal 16 November 2020 sampai dengan 5 Desember 2020 di Rutan cabang KPK Gedung Merah Putih.
Penetapan Rozaq sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang melibatkan mantan Bupati Indramayu, Supendi.
KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan sejak bulan Agustus 2020 dengan menetapkan satu orang tersangka, yakni ARM.
Ketua Beyond Anti Corruption, Dedi Haryadi, menilai bahwa praktek dewan bermain proyek sudah menjadi rahasia umum. Biasanya satu orang anggota dewan, menurut Dedi Haryadi, memegang satu atau beberapa proyek, atau sebaliknya.
“Sudah jadi rahasia umum anggota dewan itu punya proyek di OPD mitra kerjanya. Kalau ia anggota komisi yang menangani pendidikan misalnya, ia punya proyek di Dinas Pendidikan. Satu orang anggota dewan pegang satu atau beberapa proyek. Atau beberapa orang anggota dewan pegang/punya satu proyek,” ungkap Dedi Haryadi, kepada elJabar.com, Rabu (18/11/2020).
Karena itu dalam kaitannya dengan tersangka ARM menurut Dedi Haryadi, terbuka kemungkinan ada anggota dewan lain yang jadi mitra atau sekelompok dengan tersangka, dan ada anggota dewan lain kolega tersangka yang melakukan praktek yang sama dengan tersangka di kasus yang lain.
“Kemungkin yang pertama tinggal dikembangkan dari kasus yang ada. Kalau kemungkinan kedua harus memulai dari penyelidikan yang baru,” ujar Dedi.
Persoalan ini menurutnya, bukan hanya proyek atau program yang rawan. Tapi Bantuan Keuangan dari Provinsi ke kabupaten pun menurutnya, rawan terjadinya Korupsi. Karena mereka punya proyek di OPD, maka fungsi control dewan terhadap eksekutif menjadi lemah, bahkan tidak jalan.
“Karena mereka punya proyek di OPD, maka fungsi kontrolnya, enggak jalan,” pungkasnya. (muis)