Adikarya ParlemenParlemen

Berkaca dari Pembangunan BIJB

ADIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com — Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) atau Bandara Kertajati diketahui mulai beroperasi sejak 2018. Namun keberadaannya terkesan jauh dari ramainya penumpang pesawat, seperti halnya di Bandara Internasional Cengkareng.

Terlebih lagi bandara ini hanya melayani satu rute penerbangan, dari 11 rute yang tersedia.

Perjalanan panjang, dimana pembangunan BIJB ini telah direncanakan sejak era Presiden Megawati. Bahkan studi kelayakan pembangunan BIJB, sudah ada sejak tahun 2003 dan izin penetapan lokasi dilakukan pada tahun 2005. Namun BIJB baru mulai dibangun pada tahun 2014 dan resmi beroperasi pada Mei 2018.

Terobosan Baru Dalam Pengelolaan Sampah 1
Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Ir. Prasetyawati.

Pembangunan BIJB tidak hanya diharapkan untuk memudahkan transportasi masyarakat, namun harapan besar lainnya menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Ir. Prasetyawati, juga diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang baik di Kabupaten Majalengka, maupun Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan.

“Tapi sayang, sekarang BIJB sepertinya akan berubah fungsi menjadi bengkel pesawat. Mengingat sepinya, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada masyarakat yang menggunakan jasa transportasi pesawat ke BIJB. Hanya ada sekali penerbangan, selama BIJB beroperasi,” ungkapnya, kepada elJabar.com.

Seperti yang kita ketahui, BIJB yang berlokasi di Kabupaten Majalengka-Jawa Barat, akan dialihfungsikan sebagai lokasi Maintenance, Repair, Overhaul (MRO) atau bengkel pesawat.

Rencana ini diungkapkan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat Rapat Terbatas, akhir Maret lalu, di Istana Negara. Mengingat minimnya masyarakat yang memakai jasa transportasi pesawat di BIJB.

Meskipun telah dibangun dengan dana triliunan, namun BIJB diketahui sepi penumpang. Hal ini disinyalir sebagai salah satu alasan alih fungsi Bandara Kertajati sebagai bengkel pesawat.

Berkaca dari kondisi BIJB saat ini, perencanaan pembangunan harus diperhitungkan secara matang. Mulai dari perencanaan pembangunan proyek utama sampai dengan proyek pendukungnya.

“Sarana penunjang lainnya untuk menghidupkan aktivitas bisnis BIJB, perlu menjadi contoh untuk pembangunan proyek lainnya. Termasuk juga untuk pengelolaan BIJB kedepan, yang rencananya akan dialih fungsikan,” sarannya.

Majalengka sebagai lokasi keberadaan BIJB, bukan merupakan kota besar seperti Jakarta, atau setidaknya Bandung. Sehingga harus diperhitungkan, berapa estimasi jumlah masyarakat yang pasti menggunakan jasa transportasi pesawat ke BIJB.

Untuk pergi ke Bandung, orang tidak mungkin menggunakan menggunakan jasa pesawat ke BIJB. Karena jarak Bandung-Majalengka cukup jauh, sekitar 80 Km. Sedangkan akses jalan pendukung ke Bandung, seperti jalan tol belum mendukung.

“Seharusnya pembangunan akses sarana jalan tol Majalengka-Bandung, bisa rampung berbarengan dengan pembangunan BIJB,” tegasnya.

Kalaupun rencana awal pembangunan BIJB di fokuskan untuk kebutuhan Majalengka dan sekitarnya, seharusnya menurut politisi Partai Gerindra ini, pembangunan awal di fokuskan dulu pada Majalengka dan sekitarnya. Mulai dari pembangunan kawasan industry ataupun kota baru yang padat dengan aktivitas ekonomi bagi masyarakat Majalengka dan sekitarnya.

“Jadi yang dibangun itu semestinya industrinya dulu atau kota baru yang padat aktivitas ekonomi. Kemudian baru BIJB. Jangan terbalik, sehingga nasib BIJB terpuruk seperti saat ini,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button