UPT PJJ Probolinggo Bantah Penyedia Kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan Milik Orang Dalam
PROBOLINGGO, eljabar.com – Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan rutin jalan di ruas jalan UPT PJJ Probolinggo sepanjang 125 kilometer menuai kritik pedas sejumlah kalangan.
Pasalnya, program penanganan jalan dan jembatan tersebut dilakukan dengan metode pengadaan langsung, sehingga menimbulkan tudingan dan spekulasi bahwa penyedia jasa yang ditunjuk menjadi pelaksana kegiatan adalah ‘titipan’ oknum tertentu UPT PJJ Probolinggo.
Alasannya, metode pengadaan langsung dianggap memiliki potensi untuk disimpangkan, meski saat ini metode tersebut dilakukan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).
Ketua Umum Jaringan Masyarakat Mandiri, Mohammad Isnaeni menilai, yang menjadi persoalan ketika metode pengadaan langsung non tender cenderung ada modus pecah-pecah proyek di bawah Rp 200 juta.
Pecah-pecah proyek inilah, kata Isnaeni, yang rentan dengan praktik ‘titipan’ Penyedia tertentu dan dilakukan oleh oknum-oknum yang diberi kewenangan untuk mengelola dan melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Mulai dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan/Pejabat Pembuat Komitmen (PPTK/PPKom) serta pejabat fungsional pengadaan barang/jasa.
“Berbeda jika dilakukan dengan metode tender. Paket proyek tidak perlu dipecah-pecah menjadi Rp 200 juta ke bawah,” katanya.
Misal, imbuhnya, jika pada dokumen pelaksanaan anggaran (DPA), alokasi pemeliharaan jalan sebesar Rp 5 miliar, maka pagu anggaran sebesar itu tidak perlu dipecah-pecah menjadi beberapa paket pekerjaan dengan nilai di bawah Rp 200 juta.
Selain jenis pekerjaannya sama, pecah-pecah proyek seperti itu justru akan membebani anggaran. Sebab, honorarium untuk pengadaan proyek tersebut juga akan diterima oleh PA/KPA, PPTK/PPKom dan jajaran ke bawahnya lebih dari sekali. Sesuai dengan jumlah paket proyek yang dipecah-pecah tersebut.
“Kalau dilelangkan cukup dengan 1 paket proyek maka honor pengadaannya ya cuma sekali. Namun jika dipecah-pecah seperti itu maka honor yang diterima bisa lebih dari sekali, sesuai jumlah paket proyeknya,” tegas Isnaeni.
Dijekaskan Isnaeni, modus pecah-pecah paket proyek seperti itu motifnya hanya untuk korupsi. Bahkan hal ini juga sering ditegaskan oleh Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP dalam beberapa forum.
“Kalau dalam dokumen pelaksanaan anggaran, alokasi kegiatan pemeliharaan jalan sebesar 5 miliar, kemudian dalam pelaksanaannya dipecah menjadi beberapa paket pekerjaan, hal itu patut diduga terdapat motif untuk korupsi,” ujarnya.
Hal itu juga, ungkap Isnaeni, akan memengaruhi kinerja pasca pekerjaan selesai. Profesionalitas dan obyektifitas dari pemeriksaan kualitas pekerjaan.
Namun tuduhan tersebut dibantah keras oleh Kepala UPT PJJ Probinggo, Budi Setiyono. Melalui surat Nomor 812/1866/103.6.8/2021 tertanggal 21 Agustus 2021, Budi Setiyono menjelaskan bahwa Pelaksanaan Pemeliharaan Rutin dan Jembatan Provinsi Jawa Timur, mengikuti Perpres Nomor 16 tahun 2018 dan perubahannya.
Selain itu, dalam melaksanakan kegiatan tersebut UPT PJJ Probolinggo juga berpedoman pada Peraturan Gubernur tentang Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Daerah Peovinsi Jawa Timur dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam surat yang dilampiri dengan Contoh Paket Selesai UPT PJJ Probolinggo melalui e-katalog dan dokumentasi pekerjaan pemeliharaan rutin tersebut, mengatakan bahwa pengadaan barang/jasa melalui Penyedia yang dilakukan UPT PJJ Probolinggo, tetutama Pengadaan Langsung, dilakukan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan e-katalog/e-purchasing.
Melalui klarifikasi tertulis itu juga, Budi Setiyono membantah praktik ‘pinjam bendera’ pada proses pengadaan barang/jasa UPT PJJ Probolinggo.
“Tidak ada praktik yang konspiratif, manipulatif serta praktik ‘pinjam bendera’ Penyedia,” urai surat UPT PJJ Probolinggo yang diterima eljabar.com. (an/wn)