ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang amburadul selama beberapa tahun terakhir disebabkan karena pemerintah tidak menjalankan kewajiban fungsi konstitusionalnya secara maksimal.
Dalam Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 secara jelas berbunyi bahwa setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum melaksanakan kewajiban itu. Amanat pasal tersebut, seharusnya pemerintah menyiapkan sekolah yang cukup, bangku sekolah yang cukup dan memastikan semua biaya tersebut ditanggung pemerintah dengan uang pajak dari masyarakat.
Kisruh pelaksanaan PPDB tahun ini, menurut Anggota Komisi 5 DPRD Jawa Barat, Heri Ukasah, akibat pemerintah lalai dan bahkan mengabaikan tanggung jawab utamanya. Sehingga kuota untuk peserta didik baru “dibatasi”. Padahal jumlah calon peserta didik, banyak yang tidak tertampung di sekolah negeri yang notabene masih dekat dengan rumah tempat tinggalnya.
Akar masalahnya itu menurut Heri Ukasah, karena keberadaan sarana infrastruktur sekolah tidak cukup memadai, serta ruang kelas dan bangku tidak tersedia secara maksimal.
“Seharusnya itu yang diatasi. Ketersediaan sarana ruang kelas masih minim, belum memadai. Sehingga muncul pembatasan kuota yang memasung hak masyarakat untuk menikmati pendidikan di sekolah negeri,” tegas Heri Ukasah kepada elJabar.com.
Begitu juga dengan Jawa Barat, masih banyak calon peserta didik baru yang belum terakomodir di sekolah negeri, padahal jarak rumah ke sekolah relatif dekat, dibawah 1,5 km.
System zonasi yang harusnya bisa mengakomodir calon peserta didik yang tinggal dekat dengan sekolah, kenyataannya belum bisa terakomodir hanya karena alasan keterbatasan kuota.
“Itu artinya, pemerintah tidak menyiapkan sarana ruang kelas secara memadai. Tidak dihitung secara tepat atas sebaran jumlah lulusan sekolah setingkat dibawahnya. Seharusnya ini dihitung pasti, apalagi dengan tuntutan tuntas program wajar pendidikan dasar,” tandasnya.
Jika permasalahan sistem PPDB belum juga diselesaikan dan pemerintah tidak membuat peta jalan pendidikan untuk jangka panjang, ancaman besar akan terjadi pada bangsa ini. Kemungkinan Indonesia akan menghadapi malapetaka bonus demografi.
“Bicara bonus demografi, akhirnya dagelan belaka. Permasalahan PPDB selama tujuh tahun ini selalu menjadi problem. Masih belum ada solusi signifikan,” ujarnya.
Persoalan zonasi yang semula sebagai terobosan dalam mengakomodir calon peserta didik untuk bisa diterima di sekolah terdekat, ternyata masih belum bisa memberikan kepuasan untuk bisa menampung siswa baru di sekolah negeri yang dekat dengan rumah tempat tinggal mereka. Sehingga ini menjadi problem serius bagi dunia pendidikan, dalam upaya pemerataan sarana dan kualitas layanan pendidikan.
Selain keterbatasan sarana ruang kelas sehingga munculnya pembatasan kuota, kondisi ini juga banyak memunculkan oknum calo di lingkungan sekolah yang semakin memperunyam pelaksanaan PPDB, dengan mencoba melakukan jual beli bangku dan berkongsi dengan orangtua murid.
“Hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan seharusnya bisa dipenuhi pemerintah secara penuh tanggungjawab. Ini kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi terhadap masyarakat,” pungkasnya. (muis)