Antara Kondisi Ketersediaan Lahan dan Upaya Membangun Kemandirian Pangan Daerah
ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2012. Perda tersebut dilahirkan dengan spirit untuk menjaga ketahanan pangan daerah di Provinsi Jabar.
Sebagaimana diketahui, Jabar merupakan lumbung padi nasional. Artinya, Jabar berkontribusi untuk ketersediaan stok beras secara nasional. Sempat ada masanya lumbung padi nasional di Jabar yang paling utama adalah Kabupaten Karawang. Sekarang posisinya sudah bergeser ke Kabupaten Indramayu. Bahkan, Kabupaten Cirebon juga tetap memberikan kontribusinya dalam memasok beras.
Jika dilihat secara lebih detil, itu menunjukan pergeseran. Mengapa atau bagaimana hal itu bisa terjadi? Salah satu masalah klasiknya menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat H. A. Sopyan, adalah alih fungsi lahan.
Betapa tidak, dengan adanya jalan tol dan perkembangan industri, alih fungsi lahan tidak bisa lagi dihindari. Salah satu yang terkena dampak itu adalah Kabupaten Karawang. Akibatnya, luas lahan yang digunakan untuk kawasan pertanian pun kian tergerus.
Lahan sawah yang biasanya digunakan untuk bertanam padi pun kini sudah banyak yang berubah menjadi perumahan. Bahkan, ada beberapa bagian yang lantas berubah menjadi kawasan pabrik.
“Hal tersebut pasti berkonsekwensi logis pada turunnya jumlah produksi beras. Di sisi lain, Kabupaten Indramayu dan wilayah lainnnya pun pasti ada alih fungsi lahan. Hanya saja, luasnya lebih sedikit,” jelas H. Sopyan, kepada elJabar.com.
Jika kondisi ini terus-menerus dibiarkan, tidak mustahil ada masanya ketika semua wilayah itu akan berkurang kontribusi produksi berasnya. Tentu saja hal itu tidak bisa dibiarkan. Apalagi jika melihat perkembangan jumlah penduduk yang justru terus-menerus tidak pernah bisa dikurangi.
“Itu semua harus dijadikan bagian dari pertimbangan dalam menyusun program perencanaan pembangunan Provinsi Jabar,” ujar Sopyan.
Rencana pembangunan Provinsi Jabar salah satunya dituangkan dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2022-2042.
Memang kedua perda tersebut pun harus direvisi, mengingat akan direvisinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPN). RPJPD di semua provinsi haruslah berpedoman pada RPJPN. Dengan demikian, harus dilakukan revisi terhadap semua RPJPD di seluruh provinsi.
Jawa Barat secara serius mengatur kemandirian pangan daerah. Regulasi yang mengatur kemandirian pangan di daerah Provinsi Jawa Barat adalah Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah.
Terkait ketersediaan pangan, hal itu juga menjadi perhatian serius dalam Perda RTRW. Jika menilik apa yang dituangkan dalam Perda RTRW Provinsi Jabar, jumlah penduduk Jabar pada tahun 2042 diperkirakan sekitar 61 juta jiwa.
“Untuk itu, diperlukan ketersediaan pangan yang memadai agar stok pangannya mencukupi. RTRW harus mengatur hal itu, karena akan berkaitan dengan lahan yang digunakan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang mencukupi,” jelasnya.
Untuk mewujudkan kemdirian pangan daerah diperlukan kerja sama lintas sektor. Artinya, pekerjaan seperti itu tidak mungkin hanya digarap hanya oleh satu atau dua organisasi perangkat daerah.
Pekerjaan besar itu pun tidak bisa hanya ditangani oleh pemerintah Provinsi Jabar sendiri. Dibutuhkan sinergitas dengan berbagai pihak, baik pemeritah kota/kabupaten, pemerintah pusat, maupun para pemangku kepentingan lainnya, semisal perusahaan swasta.
Pada tataran implementasinya di lapangan, kemandirian pangan daerah harus pula ditunjang dengan infrastruktur pendukung yang memadai. Misalnya, saluran irigasi teknis yang mencukupi untuk seluruh luasan daerah irigasi yang ada.
“Jika hal ini tidak ada, rasanya agak mustahil sebuah wilayah akan memiliki kemandirian pangan,” ujar Sopyan.
Selain itu, ada hal yang tak kalah penting untuk mewujudkan kepandirian pangan daerah. Inovasi sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu wilayah guna meningkatkan produksi pangan. Dulu orang lebih mengenal konsep intensifikasi dan ekstensifikasi.
Salah satu penunjang keberhasilan dalam hal ini adalah inovasi. Inovasi ini menurut Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar, jangan ditafsirkan secara sempit, karena bisa dilakukan di berbagai tahap. Misalnya, pemilihan bibit unggul. Dengan jumlah bibit yang sama, jika menggunakan bibit unggul akan menghasilkan produksi yang lebih banyak dan kualitasnya lebih baik.
“Bisa juga digabungkan dengan pemanfaatan keterbatasan lahan yang tersedia,” pungkasnya. (muis)