Antisipasi Musim Kemarau, Pemerintah Harus Siapkan Langkah Strategis
ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Sampai dengan awal Desember 2023 berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Barat, sekitar 35 persen wilayah Jawa Barat ternyata masih mengalami musim kemarau. Artinya intensitas dan jumlah hujan yang terjadi hingga saat ini belum lebih dari 50 milimeter per dasarian.
Daerah yang masih mengalami musim kemarau, utamanya di daerah pantai utara atau pantura Jawa Barat. Wilayahnya yaitu sebagian besar Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Sumedang. Kemudian sekitar daerah perbatasan Garut dengan Bandung serta Cianjur.
Kemudian dua persen lainnya merupakan daerah satu musim yaitu di Bogor. Adapun mayoritas daerah lain di Jawa Barat atau sekitar 63 persen telah memasuki musim hujan. Wilayahnya meliputi Bogor, Depok, Sukabumi, sebagian besar Cianjur, Bandung Barat, Bandung bagian barat dan utara, sebagian besar Purwakarta, sebagian kecil Bekasi bagian selatan, Karawang bagian selatan, dan Subang bagian selatan.
Sedangkan daerah lainnya yang sudah masuk musim hujan yaitu Garut bagian timur dan selatan, sebagian besar Tasikmalaya, sebagian kecil Kuningan selatan, sebagian besar Ciamis, Kota Banjar, serta Pangandaran.
Untuk mengantisipasi musim kemarau dimasa yang akan datang, Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, H. A. Sopyan, menghimbau agar pemerintah dan masyarakat melakukan antisipasi dini, untuk persiapan saat musim kemarau nanti. Baik untuk kebutuhan air bersih rumah tangga maupun untuk kebutuhan pengairan pertanian.
Selain memanfaatkan sumber air dan jaringan irigasi yang sudah ada, pemerintah daerah juga menurut Sopyan, bisa mengambil langkah-langkah eksploitasi sumber air yang ada di kawasan pegunungan karst.
“Sumber air di kawasan tersebut bisa ditingkatkan, yang nantinya didistribusikan ke puluhan ribu rumah warga, untuk mendapatkan pasokan air bersih. Ini salah satu upaya yang bisa dilakukan bersama antara pemerintah dan masyarakat dapat mengatasi masalah kekeringan,” ujar H. A. Sopyan, kepada elJabar.com.
Pemerintah daerah juga bisa memperbanyak untuk membangun embung, irigasi perpipaan, dan merehabilitasi jaringan irigasi. Selain itu, petani juga bisa melakukan upaya mandiri dengan membuat sumur bor sendiri dan sumur bor komunal dengan bantuan pemerintah.
“Semua ini adalah solusi konkret untuk mengatasi kekeringan dan memastikan ketersediaan air bersih,” kata Sopyan.
Dalam menghadapi musim kemarau di masa yang akan datang, penting untuk memahami perkiraan musim kemarau, dampak yang mungkin terjadi, serta langkah-langkah persiapan dan mitigasi yang dapat diambil.
Mengikuti perkiraan cuaca dan informasi dari lembaga meteorologi setempat sangat penting. Juga memprhatikan indikasi musim kemarau yang lebih panjang atau lebih kering dari biasanya.
Musim kemarau yang parah dapat memiliki dampak yang signifikan, seperti kekeringan, kebakaran hutan, penurunan produksi pertanian, dan kelangkaan air bersih.
“Sehingga upaya mengidentifikasi dampak yang paling mungkin terjadi di daerah tempat tinggal, akan membantu dalam perencanaan persiapan,” ujarnya.
Kemudian mengurangi penggunaan air merupakan langkah penting dalam menghadapi musim kemarau, serta penyediaan air tambahan. Jika diperlukan, pertimbangkan sumber air tambahan seperti pembuatan sumur dangkal, membangun kolam penampungan, atau membawa air dari sumber lain. Tentunya dengan mematuhi peraturan setempat terkait penggunaan air.
Terkait dengan pertanian dan irigasi, pemerintah dan petani harus mempertimbangkan teknik irigasi yang efisien dan hemat air.
“Seperti penggunaan tetes atau irigasi berbasis kebutuhan. Dan pertimbangkan juga pilihan tanaman yang lebih tahan kekeringan,” pungkasnya. (muis)