BanKeu Jabar Masih Potensial Jadi Lahan Korupsi

BANDUNG, elJabar.com – Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Jawa Barat yang digelontorkan dalam APBD setiap tahun, nampaknya masih menjadi sumber potensial untuk berburu rente bagi para oknum elit di pemerintahan.
Praktek ini menurut pemerhati anggaran Sekolah Politik Anggaran Bandung Inisiatif, Nandang Suherman, masih terus berlangsung adanya. Masyarakat memang sulit untuk membuktikannya secara langsung, tapi bagi aparat penegak hukum apabila berkehendak, bisa terciduk seperti pada kasus Bankeu Indramayu.
“Bangub/Bankeu dan Hibah potensial terjadi penyimpangan/korupsi. Dan sudah ada yang menjadi tersangka dari ‘penyaluran’ Bangub/Bankeu ini, seperti yang terjadi di Indramayu dengan melibatkan Kepala daerah, Anggota DPRD Provinsi dan Pengusaha. Demikian juga untuk Hibah di Kab. Tasikmalaya sedang diproses oleh APH. Itu menandakan bahwa dugaan praktek koruptifnya sangat potensial sekali,” beber Nandang Suherman, kepada elJabar.com, Selasa (19/04/2022).
Sejumlah nomenklatur anggaran dalam APBD tersebut, menjadi alat bargaining dan bagi-bagi “jatah” antara eksekutif-legislatif dalam menumpuk harta kekayaannya yang bersumber dari APBD.
Tentunya dalam praktek berburu rente dari APBD ini, yang digunakan adalah pendekatan politik. Tergantung sejauhmana hubungan politik antara Anggota DPRD, Bupati/Walikota dengan Anggota DPRD dan Gubernur.
“Bankeu atau Bangub yang setiap tahun dialokasikan APBD Provinsi, disalurkan ke kab/kota, ada yang ‘jatah’ Gubernur dan ada yang jatah Anggota DPRD,” ungkap Nandang.
Para anggota dewan yang bermain dalam wilayah ini, basisnya adalah daerah pemilihan. Dan dalam penentuan besaran alokasinya biasanya berdasarkan kesepakatan mereka, eksekutif dan legislatif.
Bahkan ada juga oknum anggota legislatif yang menjadi bandar, menampung sejumlah “jatah” proyek Bankeu atau dana aspirasi, lintas dapil.
Sedangkan untuk pelaksanaan dilapangan, tentunya melibatkan pengusaha, yang juga sering dijadikan sebagai pemodal awal, bagi para oknum legislatif yang menjadi bandar ataupun yang mau mengijonkan “jatah” proyeknya.
“Melibatkan juga para pengusaha lokal, yang akan menjadi calon pelaksana proyeknya. Praktek ada uang ‘pangajul’ sudah biasa dikenal di kalangan pengusaha local, kalau ingin mendapatkan proyek dari Bankeu ini,” ujar Nandang.
Besaran alokasi setiap Kab/Kota menurut Nandang, cukup beragam, tergantung konsolidasi aktor politik dan pengusaha di masing-masing daerahnya. Sekalipun masih satu Dapil, misal ada 3 Kab/Kota, besaran Bangub/Bankeu bisa terjadi perbedaan yang mencolok. Menurutnya, itu menandakan “konsolidasi” aktor politik di daerah tersebut kondusif atau tidaknya.
“Bangub/Bankeu Provinsi masuk ke APBD Kab/Kota memang menjadi komponen pendapatan daerah, namun penentuan peruntukannya sudah diskenariokan oleh aktor politik di Provinsi dan di Kab/Kota,” jelasnya.
Dalam catatan Nandang yang selalu konsen terhadap masalah anggaran publik, alokasi Bangub/Bankeu Provinsi Jabar memang lumayan besar. Sebelum Covid ada di kisaran 9-10 trilun. Namun setelah Covid turun drastic. Tahun 2021 sekitar 1,5 triliun dan 2022 sekitar 3,8 triliun.
Kemudian ada juga hibah Pemprov yang langsung ditangani oleh Provinsi, dengan penerima manfaatnya Organisasi/Lembaga di Kab/Kota juga. Ini yang mengelolanya OPD Provinsi dan para perantara aktor-aktor elit di Kab/Kota. Bisa aktor politik, Tokoh Agama, aktivis LSM dan lain-lain.
“Besaran Hibah lumaya gede juga. Tahun 2020 hampir 10 triliun, turun menjadi sekitar 1 triliun karena Covid, dan 2022 direncanakan sekitar 3 triliun,” ungkapnya.
Rumors yang beredar di kalangan pengusaha yang biasa menjadi pelaksana Bankeu/Bangub, itu paling tidak harus mengeluarkan dana kickback sekitar 20-30%, tergantung besaraan proyek dan jenisnya.
Namun praktek haram yang dilakukan para oknum di pemerintahan ini memang sulit untuk dibuktikan data konkritnya oleh masyarakat awam. Tinggal menunggu keseriusan para aparat untuk menjerat pelaku korupsi dana Bankeu, seperti pada kasus Indramayu.
“Kalau data konkrit cukup sulit ditemukan, karena akan saling menutupi para aktornya. Tapi bisa dilihat nanti dalam produknya, berupa barang seperti jalan, irigasi, bangunan yang kualitasnya jauh dari standar,” pungkasnya. (muis)







