ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Praktek alih fungsi lahan yang yang berstatus kawasan lindung masih banyak yang berubah fungsi menjadi kawasan taman wisata alam, maka kawasan lindung saat ini menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dibahas.
Ini banyak yang tidak memperhatikan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Perda RTRW, sehingga kelestarian alam ikut terancam.
Masih adanya praktek alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan taman wisata alam, sangat disayangkan Anggota Komisi 4 DPRD Provinsi Jawa Barat, Ir. Prasetyawati.
Menurutnya dalam pemanfaatan kawasan ini, semua pihak harus ikut bertanggungjawab dengan mematuhi aturan pengendalian yang sudah ditetapkan.
“Tentu ini sangat disayangkan sekali kalau masih ada praktek seperti ini. Ini bahaya untuk kelangsungan masa depan alam kita. Sehingga penting adanya pengendalian dalam pemanfaatan kawasan lindung,” ujar Prasetyawati, kepada elJabar.com.
Arahan zonasi untuk kawasan resapan air/kawasan imbuhan air tanah, ditetapkan dengan memperhatikan pengendalian pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan, harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Selain itu, juga pemanfaatan ruang wajib memelihara fungsi resapan air, kegiatan penghijauan dan penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga harus menjaga fungsi hidrogeologis kawasan kars, dengan memperhatikan pelarangan kegiatan penambangan di kawasan tersebut.
Ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta fungsi lingkungan hidup, ditegaskan Prasetyawati, juga harus menjadi komitmen bersama.
“Komitmen dalam menjaga kelestarian alam ini sangat penting dan harus menjadi komitmen bersama, dalam upaya menjaga lingkungan,” tegasnya.
Selain yang disampaikan diatas, banyak lagi yang harus menjadi perhatian dalam pengaturan zonasi pemanfaatan ruang. Mulai dari zonasi untuk kawasan sempadan pantai, sampai dengan zonasi untuk kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar waduk dan danau/situ, hingga zonasi untuk kawasan sekitar mata air.
Kemudian arahan zonasi untuk RTH kota, juga harus memperhatikan penetapan luas RTH sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, pemanfaatan RTH sebagai fungsi ekologis, sosial, estetika dan edukasi.
“Dibutuhkan ketegasan dalam menegakan ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak RTH, ketentuan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya, dan ketentuan pelarangan pendirian bangunan yang bersifat permanen,” jelasnya.
Kemudian arahan zonasi untuk kawasan cagar alam dan suaka margasatwa, harus memperhatikan ketentuan pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan dan wisata alam.
Selain itu, juga harus memperhatikan ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa dalam kawasan.
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata alam, ketentuan pembatasan pemanfaatan sumberdaya alam, ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan biota yang dilindungi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah bentang alam dan ekosistem, harus menjadi perhatian utama juga.
Karena sekarang ini alih fungsi lahan atau status kawasan menjadi sebuah permasalahan yang sangat rawan untuk kondisi keberlangsungan lingkungan hidup.
“Semua pihak harus punya komitmen pada alam, pada lingkungan. Ini jangan sampai dikesampingkan. Ini sekali lagi saya tegaskan, harus menjadi perhatian utama dan menjadi komitmen bersama,” pungkasnya. (muis)