Kronik

Butuh Peran Agama dalam Menjaga Kesehatan Mental Generasi Muda

“Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, pasti sudah tidak asing dengan kalimat tersebut. Kalimat yang bermakna bahwa betapa pentingnya menjaga kesehatan, baik kesehatan tubuh maupun kesehatan jiwa atau mental. Apa jadinya ketika kesehatan mental terganggu, pasti akan menghambat semua aktivitas hidup sehari-hari.

Apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, terganggunya kesehatan mental masyarakat menjadi masalah baru. Di provinsi Jawa Barat saja ribuan warga mengikuti sesi konseling dalam jaringan (online) yang diselenggarakan oleh Gerakan Titik Koma bekerja sama dengan DPW Partai NasDem Jawa Barat. (Republika.co.id 05/09/21)

Untuk menyelesaikan masalah tersebut sebanyak 6 spikolog pun dihadirkan untuk memberikan pengarahan dan motivasi bagi masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental. Gangguan kesehatan mental ini dialami mulai dari para orangtua sampai kepada anak-anak. Banyak generasi muda yang kehilangan orangtuanya, ternyata hal tersebut menjadi salah satu pemicu terganggunya kesehatan mental seorang anak.

Banyak diantara generasi muda yang mengalami kecemasan, depresi, ketakutan, marah dan merasa khwatir akan masa depan mereka. Ditambah dengan berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ternyata membuat aktivitas mereka pun terbatas, terbatas untuk bertemu teman, bermain dan aktivitas lainnya.

Hal tersebut dibuktikan dengan survei yang dilakukan oleh UNICEF di Indonesia bahwa hampir satu dari tiga anak muda di Indonesia (29 persen) dilaporkan terganggunya kesehatn mental seperti sering merasa tertekan atau memiliki sedikit minat dalam melakukan sesuatu. (unicef.org/indonesia/id/05/10/21)

Terganggunya kesehatan mental generasi muda saat ini menjadi sesuatu hal yang wajar. Mengingat gaya hidup dalam sistem sekarang yaitu kapitalisme semakin hedonis dan liberal, termasuk tekanan ekonomi dalam keluarga yang semakin berat, serta diperparah dengan kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama khususnya Islam dikalangan generasi muda.

Sebelum terjadi pandemi saja generasi mudanya  sudah digempur oleh budaya barat mereka digempur oleh food, fun dan fasion. Maka wajar mereka pun akan berlomba-lomba mencari kesenangan semu, menikmati masa muda dengan hura-hura. Belum bisa dikatakan gaul kalau belum mencoba makanan (food) dan lainnya yang sedang viral, tak peduli kandungan makanan tersebut haram. Yang mereka pikirkan hanya fun (bahagia) ketika mencoba hal-hal yang baru.

Kebahagian mereka hanya sebatas meluapkan nafsu belaka, karena yang mereka pikirkan “senang-senang selagi muda”. Di dunia fasion pun mereka dicocoki dengan fasion ala barat, tak peduli lagi dengan rasa malu, tak peduli lagi dengan budaya ketimuran apalagi nilai agama. Berpakaian sebebasnya yang mereka kehendaki.

Ketika terjadi pandemi yang membatasi gerak mereka menjadikan mereka depresi, hal-hal yang biasa dilakukan kini tak bisa lagi dilakukan.  Mereka jauh dari pemahaman ajaran agama khususnya remaja yang beragama Islam. Peran agama dalam sistem saat ini yaitu kapitalisme hanya dijadikan urusan pribadi masing-masing. Memisahkan peran agama dari kehidupan.

Sehingga, menjauhkan generasi muda dari agamanya, mereka seperti tidak punya tujuan hidup, tidak punya pegangan yang kuat terutama urusan menjaga kesehatan mentalnya bahwa semua aturan hidupnya terikat dengan aturan agamanya. Hal ini telah membuktikan kegagalan dalam sistem kapitaisme dalam menjaga kesehatan mental generasi muda. Adapun  layanan psikiater saja dirasa belum cukup kalau peran agama tidak dilibatkan.

Lantas, bagaimana peran agama dalam melindungi generasi dan mengkondisikan generasi agar mempunyai jiwa yang tangguh tidak mudah depresi dan putus asa.

Peran agama dalam kehidupan sangat penting, agama itu jika dibaratkan seperti “rem”, sebagai pengingat, nasehat dan mencegah dari segala kemaksiatan. Sehingga perannya tidak sebatas hanya aturan ibadah saja, aturan pergaulan, kesehatan dan lainnya Islam punya panduannya termasuk menjaga kesehatan mental generasi muda.

Maka peran dari berbagai elemen pun dibutuhkan. Pertama peran keluarga, keluarga adalah tempat pertama seorang anak mendapatkan pendidikan agama ketaatan dari orangtua menjadi penentu ketaatan seorang anak.

Kedua peran masyarakat, lingkungan masyarakat akan membawa pengaruh terhadap ketaatan seorang anak. Lingkungan masyarakat yang kondusif terhadap ketaatan seorang anak akan mewarnai pergaulannya.

Ketiga peran negara, peran agama akan kuat jika negaranya menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Negara akan mengkondisikan ketaatan keluarga, masyarakat dengan panduan Alquran dan Assunah.

Bahwa Allah SWT sudah mengingatkan dengan firmannya “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (TQS. Albaqarah: 155)

Generasi muslim yakin dengan adanya ayat di atas bahwa pandemi bagian dari ujian, yakin bahwa pandemi ini menurut pandangan Allah SWT pasti membawa hikmah didalamnya. Ketika ketaatan kita kepadaNya terus dipupuk, insyaallah gangguan mental tidak akan dialami oleh generasi muda. Karena mereka selalu menjaga ketaatan disaat pandemi maupun tidak, menjalankan semua aturan ibadah sesuai agamanya. Sehingga meyakini bahwa apapun yang terjadi saat ini merupakan atas kehendak Nya.

Walahua’lam

 

Penulis adalah Yuyun Suminah, A. Md, Seorang guru di Karawang dan Pegiat Literasi

Show More
Back to top button