Daddy Rohanadi: APBD 2025 Diprediksi Berkurang 8 Triliun
ADHIKRYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat pernah mengalami turbulensi. Volume APBD Jabar tahun 2022 secara keseluruhan adalah Rp 31,890 triliun. Berarti, ada penurunan sekitar 28% dari Rp 44,72 triliun pada tahun sebelumnya. Ini yang saya sebut turbulensi jilid I.
Secara global volume APBD terdiri atas tiga bagian, yakni pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah tahun 2022 sebesar Rp 31,148 triliun. Ini berarti ada penurunan sekitar 24% dari tahun 2021 yang sebesar Rp 41,47 triliun.
Pada 2025 APBD Provinsi Jawa Barat diprediksi Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanadi, akan mengalami turbulensi jilid II. Volume APBD diprediksi turun dari Rp 37 triliunan pada 2024 menjadi Rp 29 triliunan pada 2025. Itu artinya APBD Provinsi Jawa Barat berkurang sekitar Rp 8 triliun atau sekitar 21,62%.
“Turbulensi jilid II terjadi sebagai akibat perubahan persentase dana bagi hasil (DBH). Perubahan persentase itu adalah konsekwensi logis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD),” jelas Daddy Rohanadi, kepada elJabar.com.
Persentase bagi hasil antara provinsi dengan kabupaten/kota bisa dikatakan berubah drastis. Provinsi yang semula biasa mendapat sebesar 70%, mulai tahn 2025 hanya akan menerima sekitar 34% saja. Sementara itu, kabupaten/kota yang biasanya hanya menerima 34% justru mulai 2025 akan meningkat tajam menjadi 66%.
Hal itu menurut Daddy Rohanadi, jelas akan mengubah postur semua APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Otomatis pula itu akan mengubah volume belanja di banyak sekali pos anggaran belanja.
“Dalam APBD Provinsi, mayoritas akan berkurang, sedangkan di APBD kabupaten/kota akan banyak program/kegiatan yang mengalami penambahan volume secara drastic,” ujarnya.
Lantas, bagaimana nasib pembangunan provinsi dengan jumlah pennduduk terbesar di Indonesia ini? Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa, menurut Daddy Rohanadi, pasti akan mengalami shok jilid II. Berkurangnya volume APBD Provinsi Jawa Barat akan berakibat pada banyaknya pemangkasan alokasi anggaran di banyak pos belanja di banyak organisasi perangkat daerah.
Dengan kondisi seperti itu, masih mungkinkah Provinsi Jabar berkembang? Masih mungkinkah Pemerintah Provinsi Jabar melakukan pembangunan monumental seperti pada tahun-tahun sebelumnya?
“Tidak mudah memang melakukan sinkronisasinya, tetapi hal itu tetap harus dilakukan,” imbuhnya.
Kini kemajuan pembangunan di tingkat kabupaten/kota justru amat tergantung pada kebijakan di kabupaten/kota. Bantuan keuangan yang biasanya mengalir cukup besar dari Provinsi Jabar ke kabupaten/kota, bisa jadi akan berkurang pula volumenya. Ini pun butuh penyelarasan di sana sini.
Kabupaten/kota diharapkan mampu membiayai banyak pos yang selama ini banyak bergantung pada bantuan keuangan provinsi. Peningkatan volume APBD kabupaten/kota diharapkan mampu membiayai program/kegiatannya secara lebih maksimal, efektif, dan efisien.
Sementara itu, APBD provinsi tampaknya harus lebih banyak digunakan untuk penguatan target-target yang dibebankan ke Pemerintah Provinsi.
“Tentu saja, dengan demikian semua diharapkan berjalan simultan untuk mewujudkan visi dan misi Indonesia Maju 2045,” pungkasnya. (muis)