Nasional

Dibelit Sengketa Lahan, Pembangunan Pasar di Batuan Bertahun-tahun Mangkrak

SUMENEP, eljabar.com – Pembangunan pasar tradisional yang terletak di Jalan Raya Lenteng Desa Batuan, Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, hingga kini belum jelas alias mangkrak.
Pasar yang akan dibangun di atas tanah seluas 1,6 hektar itu disengketakan oleh warga setempat setelah Pemkab Sumenep telah membayar penuh tanah tersebut seharga Rp8 miliar lebih pada tahun 2019 yang lalu. Anggaran miliaran tersebut bersumber dari APBD tahun anggaran 2018.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Perdagangan, Disperindag Sumenep, Ardiansyah Ali, mengungkapkan, pada tahun 2019 yang lalu, lahan tanah yang akan di bangun pasar tersebut sudah dibangun pagar pembatas dan menelan dana Rp600 juta.
Tak hanya itu, lanjut Ardi, pada tahun yang sama, pembangunan pasar tersebut sempat mendapat dana sebesar Rp4 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) untuk pembangunan hold atau gudang untuk sarana prasarana pasar tersebut.
“Sayangnya pada saat akan dilaksanakan, dana tersebut tidak turun,” ungkap Ardi, Jum’at (12/02/2021).
Sebab kata Ardi, waktu pengerjaan dirasa tidak cukup, mengingat pengerjaannya direncanakan pada bulan Oktober 2019 yang lalu.
“Mengerjakan proyek fisik sebesar 4 miliar itu tidak cukup (waktu,red). Artinya, mustahil selesai dalam kurun waktu tiga bulan,” imbuh Ardi.
Namun, Ardi mengakui pembangunan pasar tersebut tidak berlanjut sampai saat ini. Sebab, lahan tanah tersebut masih disengketakan oleh warga yang mengaku bahwa dirinya adalah pemilik sah tanah tersebut.
“Kami sudah melimpahkan kewenangan soal itu ke Kabag Hukum Pemkab Sumenep untuk prosesnya. Kalau tidak salah memang ada tuntutan di pengadilan.Makanya kemudian pembangunan sementara ditahan dulu, kita pending,” jelas Ardi.
Anehnya, Ardi mengaku pada saat pembagunan pagar pada tahun 2019 yang lalu, meski tanahnya berstatus sengketa, diklaim tidak ada masalah terkait pembangunan pagar teresebut.
“Tidak ada masalah, juga sempat dikoreksi sama BPK langsung turun ke lapangan mulai dari ukuran dan speknya tahun 2020 kemarin,” klaimnya.
Sedangkan kata Ardi hingga kini, soal legal standing kepemilikan lahan itu masih menunggu hasil putusan dari pengadilan. Pihaknya, enggan berkomentar lebih lanjut soal proses hukum tanah tersebut.
“Ada di Kabag Hukum ya semua itu, nanti silakan kroscek, Semoga Pemkab Sumenep menyelesaikan kasus ini secara legal juga,” tutup Ardi.
Sementara itu, Kabang Hukum Pemkab Sumenep, hingga kini masih belum bisa memberikan keterangan resmi, sebab saat dihubungi oleh awak media pihaknya mengaku masih ada acara penting.
Terpisah, penggiat kebijakan publik dari Investment and Asset Studies (Invasus), Lukas Jebaru menilai, seharusnya sengketa tanah untuk pembangunan tidak perlu terjadi.
Berdasar hasil penelitian yang dilakukannya terhadap proses pembebasan lahan untuk pembangunan, kelemahannya justru ada di tingkat koordinasi antar stake holder terkait yang disebabkan ego sektoral.
Selain itu, kecermatan dalam mendata, memverifikasi dan memvalidasi yang kurang maksimal sehingga kerap menjadi sengketa klaim kepemilikan di kemudian hari.
“Saya kira kalau aturan main pengadaan tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan benar tidak mungkin proyek pembangunan akan mangkrak sampai menahun. Jadi jangan cuma dapat tunjangan dari pengadaan barang/jasa, tapi manfaat pembangunan untuk masyarakat tertunda begitu,” kata Lukas. (ury)

Show More
Back to top button