Diduga ada Praktek Tipikor dan Mafia Tanah, Kasus Gunung Kekenceng Dilaporkan ke KPK
KAB. SUKABUMI, elJabar.com – Permasalahan seputar ekploitasi Gunung Kekenceng Kab. Sukabumi, bukan hanya sekedar persoalan perusakan lingkungan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah untuk dijadikan cagar budaya saja.
Namun lebih dari itu, diduga kuat ada pelanggaran lain seputar aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Muara Bara Indonesia (MBI), yakni adanya dugaan keterlibatan sejumlah oknum yang bermain di area tanah Negara tersebut.
Ketua Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng, Tedi Ginanjar, menduga kuat ada oknum perijinan dan sejumlah pihak yang bermain, sehingga PT MBI bisa melakukan penambangan dikawasan Gunung Kekenceng. Oleh karena itu pihaknya melaporkan kasus tersebut kepada KPK dan Kejaksaan Agung RI, Jum’at (3/12) kemarin.
“Iya. Ada dugaan kuat kearah situ. Kami sudah mengirim surat ke KPK dan Kejagung RI terkait dugaan Tipikor dan mafia tanah. Insya Alloh, secepatnya turun,” ujar Tedi Ginanjar, kepada elJabar.com, Sabtu (04/12/2021).
Menurut Tedi Ginanjar, jika merujuk ke Surat Keterangan Kepala Desa Tegalpanjang, itu tanah Negara yang dikuasai oleh Desa. Kemudian dirawat dan ditanami pepohonan dengan beberapa elemen masyarakat yang peduli terhadap keberadaan Gunung Kekenceng.
Dan berdasarkan surat penjelasan yang disampaikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kab. Sukabumi kepada Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng tertanggal 22 November 2021, terkait informasi lokasi tersebut telah disertifikatkan menjadi Hak Milik pada tahun 2017, berdasarkan data komputerisasi Kantor Pertanahan terhadap Bukit Kekenceng tersebut, belum terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi.
Lalu siapa yang bermain dan menjual belikan area tanah di Gunung Kekenceng, sehingga ada perusahaan yang dengan leluasa melakukan penambangan di area tersebut. Tedi Ginanjar menduga, mantan Kepala Desa Tegalpanjang Muhammad Risman yang sekarang masih buron, melakukan penjualan tanah tersebut.
“Gunung Kekenceng diduga dijual oleh mantan Kepala Desa Tegalpanjang Muhammad Risman, yang sampai sekarang masih buron/DPO,” ungkapnya.
Namun sampai dengan berita ini diturunkan, elJabar.com belum bisa mengkonfirmasi M. Risman, maupun pihak PT MBI.
Sementara itu, terkait aktivitas penambangan dijelaskan Tedi Ginanjar, kegiatan penambangan di area Gunung Kekenceng yang dilakukan oleh PT MBI dimulai sekitar bulan November 2019.
Kemudian penambangan tersebut sempat dihentikan, karena ada protes dari Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng dan sejumlah elemen masyarakat peduli lingkungan lainnya.
Surat yang dikirim oleh Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng, direspon oleh pihak GAKKUM KLHK, lalu dilakukan peninjauan ke lokasi.
Karena perubahan aturan, maka penyelesaian dugaan perusakan lingkungan ditangani oleh Pemda setempat.
Maka pada tanggal 18 Desember 2019, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Sukabumi mengundang Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng untuk bermusyawarah.
“Dan hasilnya kami diarahkan untuk upaya damai. Saya ditawari sejumlah uang dari PT QLS dan PT BMI via telepon ke Ketua LSM Tapak Sihung Padjajaran. Saya diundang bertemu. Saya menolak bertemu,” beber Tedi.
Dari sejak itu menurut Tedi, penambangan Gunung Kekenceng dihentikan. Namun tanpa diduga, pada Maret 2021 penambangan Gunung Kekenceng mulai dilanjutkan kembali.
Kemudian pada tanggal 8 April 2021 penambangan Gunung Kekenceng dihentikan untuk sementara oleh Polres Sukabumi.
Namun lagi-lagi, pada bulan Oktober 2021 ekploitasi Gunung Kekenceng menurut Tedi, dilanjutkan kembali sampai sekarang. Entah siapa lagi yang bermain.
“Maka dari itu, kemudian saya laporan kesana kemari. Termasuk ke KPK dan Kejagung,” katanya.
Selain itu, surat usulan tuntutan pemeriksaan UKL-UPL terkait keterangan dari PT MBI bahwa semua ijin sudah lengkap, menurut Tedi, juga disampaikan kepada DPRD Kab. Sukabumi melalui Kepala Bapem Perda DPRD Kab. Sukabumi.
“Sampai sekarang belum ada tanggapan,” pungkasnya. (muis)