Divonis Lebih Tinggi dari Tuntutan KPK, Kadar Slamet Pastikan Banding
BANDUNG, eljabar.com — Belum lagi Majelis Hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi membacakan amar putusan, gestur tubuh Kadar Slamet sudah nampak gelisah. Berkali-kali pandangan pria berusia 60 tahun itu menatap kosong ke arah langit-langit ruang sidang PN Tipikor Bandung. Sesekali Kadar Slamet menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengarkan uraian majelis hakim. Mimik kekecewaan pun terekam jelas di wajah mantan angggota DPRD Kota Bandung 2009-2014 tersebut.
Puncaknya, mantan politisi Partai Demokrat itu, begitu terpukul ketika palu majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan plus pembayaran uang pengganti (PUP) sebesar Rp 9,2 miliar. Kadar seolah tidak percaya jika vonis majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntutnya selama 4 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. PUP yang diputuskan majelis hakim juga lebih tinggi dari tuntutan Rp 5,8 miliar.
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga menolak permohonan justice collaborator (JC) Kadar Slamet yang dikabulkan jaksa KPK dalam tuntutannya. Pandangan majelis hakim, Kadar Slamet merupakan pelaku utama dalam tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 69,6 miliar, bersama-sama dengan terdakwa Tomtom Dabbul Qomar dan Herry Nurhayat.
Dalam uraian putusannya, majelis hakim menyatakan Kadar Slamer dan Tomtom Dabbul Qomar terbukti bersalah dan meyakinkan telah melanggar pasal 3 ayat 1 UU Tipikor.

“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dua Kadar Slamet pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan,” ucap hakim, membacakan amar putusannya, Senin (26/10/2020).
Menyikapi itu, Kadar Slamet menyatakan pikir-pikir dan akan berkoordinasi lebih lanjut dengan penasehat hukumnya. Tindakan serupa juga dilakukan oleh jaksa KPK yang menyatakan pikir-pikir.
“Aneh, ini benar-benar aneh. Putusan hakim ini tidak rasional, kita akan menempuh upaya banding,” ujar Kadar Slamet, seusai persidangan.
Diungkapkan, vonis hakim tidak adil dan merugikan pihaknya. Belum lagi jumlah uang PUP yang harus dikembalikan jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
“Malah kerugian negara yang dibebankan kepada saya dari tuntutan Rp 5,8 miliar menjadi Rp 9,2 miliar. Dari mana perhitungannya, saya sungguh tidak paham,” beber Kadar.
Menurutnya, posisinya dalam perkara korupsi RTH hanya sebagai makelar tanah yang membantu sejawatnya, Tomtom Dabbul Qomar. Posisinya hanya sebatas anggota badan anggaran (Banggar) yang tidak mempunyai kewenangan lebih dalam penyusunan anggaran.
“Vonis hakim sangat tidak adil. Orang yang memakan uangnya, saya yang harus mempertanggung-jawabkan,” keluh Kadar.
Dibeberkan Kadar, dari awal penyelidikan kasus, dirinya bersikap kooperatif dan mengungkap semua informasi dan fakta kepada penyidik. Dirinya pun telah mengembalikan aset-aset hasil korupsinya senilai Rp 4,7 miliar sebagaimana dakwaan jaksa penuntut.
“Dari awal saya selalu terbuka, sejak penyidikan sampai penyelidikan. Jelas, hakim mengabaikan fakta persidangan, malah JC (justice collaborator-red) juga ditolak oleh hakim. Ini kan aneh, ada apa ini?,” sesal Kadar.
Penasehat Hukum Kadar Slamet, Rizky Rizgantara, juga menyatakan kekecewaanya.
“Kita tentunya menghargai keputusan majelis hakim, di sisi lain kita sangat keberatan karena pengajuan JC ditolak hakim padahal jaksa KPK sendiri sudah mengabulkannya,” ujar Rizki, seusai sidang.
Menurut Rizki, kliennya bukan pelaku utama dan sudah kooperatif mengembalikan kerugian negara. Kliennya juga sudah mengungkap adanya tindak pidana kejahatan lain yang terkait.
“Hal tersebut kan sesuai syarat JC, makanya jaksa KPK mengabulkan. Sekarang sekonyong- konyong hakim malah menolaknya, ini sungguh aneh,” ujar Rizky.
Terkait dengan bertambahnya PUP, Rizky menilai keputusan hakim tidak berdasarkan fakta persidangan.
“Ini sangat jauh (uang pengganti kerugian negara-red) yang harus dibebankan ke klien kami. Kan dalam tuntutan sudah jelas disimpulkan seperti itu yakni Rp 5,8 miliar. Ini (vonis hakim-red) naik menjadi RP 9 miliar,” ujarnya.
Terkait dengan itu, Rizky menyakan akan menempuh upaya banding.
“Yah, pasti, kami pasti akan banding,” pungkasnya.
Bersamaan dengan itu, hakim juga menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada terdakwa rasuah pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung 2012-2013 lainnya, Tomtom Dabbul Qomar.
Mantan politisi Partai Demokrat itu juga dijatuhi denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan serta hukuman tanbahan PUP sebesar Rp 5,1 miliar. Sedangkan pembacaan vonis hakim untuk terdakwa Herry Nurhayat, mundur menjadi tanggal 4 November 2020. *rie