Dorong Ketahanan Pangan: Fokus Tingkatkan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Jawa Barat dikenal sebagai salah satu lumbung padi nasional. Beberapa kabupaten seperti Indramayu, Karawang, Subang, dan Cianjur, tercatat sebagai penghasil gabah terbesar.
Selain padi, potensi komoditas tanaman pangan lain seperti jagung, ubi kayu, dan kacang-kacangan juga cukup menjanjikan. Namun menurut Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Lina Ruslinawati, berbagai tantangan struktural masih membayangi pengembangan sektor ini.
“Lahan pertanian kita menyusut tiap tahun karena alih fungsi lahan. Banyak petani juga mulai menua, dan anak muda enggan melanjutkan usaha tani karena dianggap tidak menjanjikan. Ini perlu kita atasi bersama jika tidak ingin krisis pangan menghantui,” ujar Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.
Komisi 2 DPRD Jawa Barat yang membidangi ekonomi dan pembangunan, menurut Lina, terus mendorong kebijakan yang berpihak kepada petani. Salah satunya adalah dengan mengawal anggaran dan program dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat agar tepat sasaran.
“Tahun ini kami kawal agar alokasi anggaran untuk penyediaan benih unggul, pupuk bersubsidi, serta alat mesin pertanian (alsintan) bisa benar-benar menyentuh kelompok tani yang membutuhkan, bukan hanya data administratif semata,” jelasnya.
Selain anggaran, DPRD Jabar juga sedang mengkaji revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Langkah ini dinilai penting untuk menahan laju konversi lahan subur menjadi kawasan industri atau perumahan.
Untuk mengatasi regenerasi petani, Lina juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan dunia pendidikan dan pesantren. Pemerintah Provinsi Jabar, didorong Komisi 2, tengah menjajaki program pelatihan pertanian modern berbasis teknologi digital dan hidroponik bagi santri dan siswa SMK pertanian.
“Kita tidak bisa lagi berharap pada metode lama. Kita harus dorong petani milenial. Sudah ada program dari Kementerian, tapi kita di provinsi juga perlu menyesuaikan dengan lokalitas dan kultur masyarakat kita,” ujar Lina.
Menurutnya, pendekatan digital farming, pemasaran online hasil panen, hingga integrasi dengan sektor pariwisata bisa menjadi cara menarik minat anak muda untuk kembali mencintai dunia pertanian.
Masalah klasik di sektor pertanian tanaman pangan adalah harga jual yang tidak stabil dan ketergantungan petani pada tengkulak. Dalam hal ini, Lina Ruslinawati mendorong adanya intervensi pemerintah dalam hal pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) khusus pangan dan koperasi tani modern.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya memperkuat peran Badan Ketahanan Pangan Daerah untuk menjaga stabilitas harga dan cadangan pangan strategis.
“Kita perlu membangun sistem hulu-hilir yang adil. Petani jangan hanya disuruh produksi, tapi kita juga harus bantu dalam distribusi, pengolahan, bahkan ekspor,” paparnya.
Perubahan iklim global menjadi faktor yang tak bisa dihindari. Pola musim yang tidak menentu mengancam produksi dan hasil panen petani. Lina menyebut pentingnya penerapan sistem irigasi yang cerdas, diversifikasi komoditas, dan peningkatan kemampuan petani dalam menghadapi dampak cuaca ekstrem.
Ia mencontohkan beberapa wilayah di Priangan Timur dan Cirebon yang mengalami kekeringan berulang pada musim tanam tertentu, menyebabkan kerugian besar bagi petani.
“Kami mendorong agar program adaptasi perubahan iklim masuk dalam rencana kerja pertanian daerah. Jangan hanya fokus pada produksi, tapi juga antisipasi risiko gagal panen,” jelas Lina.
Lina juga mengingatkan bahwa keberhasilan program pertanian tidak bisa hanya bertumpu pada Pemerintah Provinsi. Koordinasi lintas pemerintah daerah sangat penting untuk memastikan sinergi data, program, dan sasaran.
“Kami mendorong pembentukan tim terpadu lintas daerah untuk pemetaan lahan pangan strategis. Tidak bisa lagi masing-masing daerah jalan sendiri. Ketahanan pangan itu urusan bersama,” tegasnya.
Pertanian tanaman pangan di Jawa Barat bukan hanya soal produksi beras, tapi juga menyangkut masa depan desa, pemuda, dan ketahanan bangsa. Dengan tantangan yang kian kompleks, peran DPRD sebagai pengawas dan pembuat kebijakan sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petani tidak hanya bisa menanam, tapi juga hidup sejahtera.
“Pertanian bukanlah sektor masa lalu yang ditinggalkan modernitas. Justru sebaliknya, pertanian harus menjadi sektor strategis yang didukung teknologi, regulasi yang adil, dan kolaborasi lintas sektor demi masa depan Jawa Barat yang mandiri dan berdaulat secara pangan,” pungkasnya. (muis)







