ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Dalam kegiatan penambangan, selain masalah dampak lingkungan, juga sering muncul konflik masalah status lahan yang menjadi area penambangan. Status hak kepemilikan atau penguasaan lahan juga sering menjadi problem.
Sementara itu, ada sekitar 417 penambang tidak berizin atau ilegal di Jabar, dan tersebar di semua kabupaten/kota. Dengan luas lahan pertambangan yang tidak berizin di Jabar tersebut, mencapai 448 hektare. Dan Pemprov Jabar saat ini sedang terus berupaya menertibkan perusahaan tambang yang ada di Jabar.
Berdasarkan data Dinas ESDM Jawa Barat, tambang yang tidak berizin tersebut paling banyak terjadi di Subang. Luasnya, mencapai 63,75 ha. Yakni, di daerah Jalan Cagak, Cijambe, Kasomalang, Cipeundey dan Kalijati.
Daerah yang kedua paling banyak tambang tidak berizin, adalah Kabupaten Bogor dan Kota Tasikmalaya masing-masing seluas 50 ha. Dan ketiga, Kabupaten Sukabumi seluas 47,6 ha. Daerah lainnya ada di Majalengka seluas 37,46 ha, Indramayu seluas 23,5 ha, Kabupaten Bandung 21,5 ha dan daerah lainnya.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, menurut Anggota Komisi 4 APRD Jawa Barat Kasan Basari, ada mekanisme yang bisa ditempuh. Yakni, pembinaan dan edukasi untuk mengurus izinnya.
“Memang dalam proses perizinan agak susah, tapi tetap harus ditempuh. Kalau sesuai tata ruang dan aturan-aturan lainnya, tentu akan diberi izin. Dan kalua tidak memiliki izin, aparat penegak hukum harus menindaknya,” ujar Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Saat ini banyak masyarakat yang menggali tambang secara perorangan. Dan sudah ada ribuan orang di wilayah Sukabumi yang menggali lubang-lubang tambang. Sehingga, Provinsi Jabar melalui dinas terkait harus segera mengatur pelembagaan melalui pendekatan tambang rakyat.
“Permohonan izin tambang itu batasan luas minimal 5 ha. Jadi kalau tambang 1 ha, harus digabung dengan mengikuti mekanisme yang sudah ditentukan,” katanya.
Tingginya aktivitas tambang di Jawa Barat, dikarenakan industri semen saat ini banyak tersebar di wilayah Jawa Barat. Dan bahan bakunya banyak tersedia di wilayah Jawa Barat.
Jadi tidak heran, pesatnya industri tambang dikarenakan adanya permintaan bahan baku yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena tumbuhnya infrastruktur strategis, saling keterkaitan dalam pembangunan yang sedang berjalan.
Namun harus diingat, bahwa penambangan itu harus tetap tertib izin. Baik izin usaha pertambangan, tahapan eksplorasi, maupun izin usaha pertambangan khusus.
“Apabila masih ada tambang-tambang tidak berizin, itu memang persoalan nyata. Maka harus dilakukan pembinaan dan legalisasi usahanya. Namun kalau secara tata ruang tidak bisa, harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum,” tandasnya.
Pemprov Jabar terus berupaya memberikan kemudahan persoalan perizinan termasuk pertambangan. Persyaratannya, berjenjang, di beri waktu 60 hari untuk dikaji dan divisitasi layak atau tidaknya sampai izin akan ditetapkan.
Namun menurut Kasan Basari, pengendalian dan pengawasan harus tetap dilakukan secara ketat. Persyaratan yang bersifat kewajiban bagi si pemohon ijin, harus dipenuhi sesuai ketentuan dan dipantau secara ketat.
Persyaratan ini bukan berarti menghambat industri pertambangan, tapi lebih kepada pengendalian dan perlindungan lingkungan jangan sampai menjadi rusak akibat dari ekploitasi dan masifnya penambangan yang mengabaikan kondisi lingkungan.
“Ini sangat penting, pengendalian untuk pengawasan. Persyaratan, harus lebih banyak kewajibannya, ini untuk minimalisir dampak kerusakan lingkungan,” katanya.
Sementara itu dalam kegiatan penambangan, selain masalah dampak lingkungan, juga sering muncul konflik masalah status lahan yang menjadi area penambangan. Status hak kepemilikan atau penguasaan lahan juga sering menjadi problem.
Dalam aturan soal tambang, ada sanksi kalau aktivitas tambang tidak berizin. Bahkan menurut Kasan Basari, sanksinya bisa pidana. Tambang yang sudah berizin pun, kalau lalai melakukan kegiatan, sanksinya administratif. Yakni, bisa peringatan, penghentian sementara dan di cabut izinnya.
“Kita butuh tambang, tapi tak mau lingkungan kita rusak. Dan jangan sampai mencaplok area yang bukan menjadi hak milik, sehingga ini akan menjadi masalah pidana. Jadi pengendalian dan pengawasan ini harus diperketat,” pungkasnya. (muis)