Adikarya ParlemenParlemen

Jawa Barat Di Ambang Krisis Lingkungan: Daddy Rohanady Serukan Tindakan Nyata

 

ADHIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com – Jawa Barat menghadapi tantangan berat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dari rusaknya hutan lindung hingga pencemaran air sungai yang kian mengkhawatirkan, kondisi ini menuntut perhatian serius berbagai pihak.

Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanady, memberikan pandangan kritis dan solusi atas situasi ini.

“Kalau kita lihat dari hulu sampai hilir, kerusakan lingkungannya sudah sistemik. Meski banyak program sudah dicanangkan, efektivitas pelaksanaannya belum terlihat signifikan di lapangan,” ujar Daddy Rohanadi, kepada elJabar.com.

Sungai Citarum, misalnya, yang pernah dinobatkan sebagai salah satu sungai terkotor di dunia, hingga kini belum sepenuhnya pulih. Program Citarum Harum itu menurut daddy, bagus di konsep, tapi di implementasi masih banyak kendala.

“Terutama soal limbah industri dan rumah tangga yang dibuang sembarangan,” ujarnya.

Selain sungai, masalah besar lainnya adalah deforestasi dan alih fungsi lahan di kawasan hulu. Kawasan seperti Gunung Ciremai, Gunung Gede Pangrango, hingga pegunungan di wilayah selatan Jawa Barat seperti di Sukabumi dan Garut, mengalami tekanan besar akibat konversi hutan menjadi kebun atau permukiman.

“Alih fungsi lahan ini sering dibungkus dengan dalih pembangunan ekonomi lokal, padahal dampaknya sangat merugikan lingkungan. Longsor, banjir, dan kekeringan itu bersumber dari rusaknya daerah resapan air di hulu,” ungkap Daddy.

Berdasarkan informasi dari Global Forest Watch (GFW), Jawa Barat mengalami kehilangan tutupan pohon sebesar 91.500 hektare dari tahun 2001 hingga 2023, yang setara dengan penurunan 4,6% tutupan pohon sejak tahun 2000. Angka ini sangat mengkhawatirkan, terlebih banyak kawasan yang seharusnya dilindungi justru menjadi obyek ekspansi industri dan properti.

Daddy juga mengkritik lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang.

“Sudah jelas dilarang, tapi pembangunan vila dan resort di zona konservasi masih terus terjadi. Artinya, ada masalah serius di pengawasan selama ini,” ujarnya.

Menurut Daddy, salah satu penyebab utama gagalnya upaya perlindungan lingkungan adalah lemahnya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Banyak proyek strategis nasional yang justru mengancam lingkungan lokal, tapi karena payung hukumnya dari pusat, daerah tidak punya kuasa menolak.

Ia mencontohkan proyek pembangunan jalan tol atau kawasan industri baru yang kadang tidak melalui kajian dampak lingkungan (AMDAL) yang transparan. Masyarakat lokal sering tidak dilibatkan, dan tiba-tiba sudah ada alat berat yang masuk. Ini membuat masyarakat makin tidak percaya pada proses pembangunan.

Daddy menyarankan agar setiap kebijakan pembangunan harus berbasis pada prinsip keberlanjutan.

“Harus ada integrasi antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Jangan hanya mengejar pertumbuhan PDRB tapi lupa bahwa alam juga punya batas,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button