ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, salah satu sumberdaya lahan yang kian menipis dan langka diantaranya adalah lahan sawah. Keberadaan lahan sawah menjadi sangat penting, karena lahan ini menjadi media tanam padi. Dan padi menjadi salah satu komoditi pertanian terpenting dalam kehidupan manusia.
Kondisi yang kontradiktif terjadi ketika konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti permukiman, industri atau fungsi lahan lainnya terjadi secara massif, ketika kelayakan ekonomi menjadi dasar pertimbangan tata guna lahan.
Sehingga alih fungsi lahan ini cukup mengkhawatirkan. Oleh karena itu menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, H. A. Sopyan, pemerintah harus mengatur dan melindungi lahan pertanian, khususnya lahan pertanian pangan.
“Ketersediaan lahan sawah semakin menipis. Kalau dibiarkan, lahan pertanian yang tidak terlindungi akan rentan untuk beralih fungsi. Terutama di wilayah perkotaan, atau kota yang sedang berkembang,” ujar H. Sopyan, kepada elJabar.com.
Pada daerah-daerah seputar perkotaan, ekspansi aktivitas urban sub-urbanisasi merupakan faktor utama terjadi alih fungsi lahan-lahan pertanian ke aktivitas urban.
Sebagian besar magnitude proses alih fungsi lahan berlangsung di kawasan perdesaan, khususnya pada kawasan-kawasan perbatasan kota-desa dan perbatasan kawasan budidaya-nonbudidaya.
Dampak konversi lahan pertanian bukan hanya terhadap hilangnya potensi produksi hasil-hasil pertanian, tetapi juga hilangnya kesempatan kerja, menurunnya ketahanan pangan regional atau nasional dan kualitas lingkungan hidup.
“Bukan hanya hilangnya kesempatan kerja dan hilangnya produksi hasil pertanian saja, tapi juga program ketahan pangan nasional juga akan terancam, karena berkurangnya lahan pertanian, khususnya lahan sawah ini. Ini ancaman serius yang harus segera diantisipasi,” tandasnya.
Hal yang perlu dicermati menurut H. Sopyan, adalah dampak negatif konversi lahan tersebut bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Dan sebagai fungsi pengendali banjir, erosi dan sedimentasi dari hamparan lahan sawah yang dikonversi pada suatu wilayah tidak bisa diganti dengan mencetak dan mengembangkan lahan sawah baru di tempat lain.
Penggantian fungsi-fungsi lingkungan tersebut secara artifisial mungkin saja dapat dilakukan dengan biaya tertentu, yang jika diperhitungkan secara finansial akan berakibat berubah atau berkurangnya kelayakan investasi, yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah tersebut menjadi lahan non-pertanian.
Besaran hilangnya potensi hasil padi dan palawija, serta kesempatan kerja akibat konversi lahan sawah bersifat kumulatif dan progresif dengan laju pertumbuhannya seperti pola eksponensial positif.
Terjadi penurunan jumlah luas lahan sawah di Jawa Barat, laju perubahannya cukup signifikan. Padahal sejumlah daerah banyak yang memiliki tingkat produktivitas padi tertinggi se-Jawa Barat.
Dugaan sementara menurut H. Sopyan, bahwa menurunnya produktivitas padi tersebut diakibatkan terkonversinya lahan-lahan produktif di beberapa wilayah. Sedangkan lahan sawah yang masih tersisa merupakan lahan dengan produktivitasnya lebih rendah dari lahan sawah yang terkonversi.
“Akibat dari penurunan luas lahan sawah, tentu saja ini menyebabkan terjadi penurunan rata-rata hasil produktivitas padi sawah gabah kering panen. Dengan semakin menurunnya produktivitas padi dan berkurangnya luas lahan sawah, tentu saja akan mengakibatkan penurunan produksi padi sawah per-tahun,” jelasnya.
Proses konversi lahan sawah menjadi penggunaan lahan non-pertanian seperti pemukiman dan industry, merupakan kondisi yang sulit dihindari sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan sektor ekonomi yang pesat.
Ketersediaan lahan yang terbatas, sementara permintaan terhadap lahan terus meningkat. Ini menuntut pilihan dan realokasi penggunaan lahan ke arah yang secara ekonomis paling menguntungkan.
Permasalahan lahan pertanian khususnya lahan sawah, biasanya memang terjadi dengan ditandai oleh tingginya alih fungsi atau berkurangnya lahan sawah.
“Dengan demikian, perlu dikaji dan diuraikan pola konversi lahan sawah untuk membangun strategi perlindungan lahan agar terbangun sistem yang efektif untuk membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan sawah,” pungkasnya. (muis)