Regional

Ketimpangan Gagasan: DPRD Jawa Barat dan Gubernur Dedi Mulyadi dalam Menyikapi Persoalan Daerah

BANDUNG, elJabar.com — Perbedaan mencolok muncul dalam penyampaian ide, gagasan, dan solusi antara konten yang dipublikasikan oleh pimpinan serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Di tengah kondisi Jawa Barat yang menghadapi berbagai persoalan seperti ketimpangan ekonomi, degradasi lingkungan, hingga krisis tata kelola wilayah, konten-konten publik para pemimpin daerah menjadi sorotan sebagai indikator kualitas kepemimpinan dan orientasi kebijakan mereka.

Sejumlah pengamat mencatat bahwa sebagian besar konten yang diunggah oleh Pimpinan DPRD Jawa Barat maupun para anggota cenderung bersifat seremonial dan normatif. Foto-foto kunjungan kerja, rapat internal, dan kegiatan sosialisasi dominan tanpa disertai narasi mendalam mengenai pokok persoalan yang dihadapi masyarakat.

Menurut pemerhati kebijakan publik, Dani Dardani, konten dari sebagian besar pimpinan dan anggota DPRD belum banyak menunjukkan penggalian solusi strategis. Gagasan masih terfragmentasi, tidak terhubung dengan konteks data atau urgensi lapangan.

“Dalam berbagai unggahan media sosial, banyak anggota DPRD hanya menyampaikan pernyataan umum, seperti “pentingnya pembangunan infrastruktur” atau “dukungan terhadap pendidikan”, tanpa menyajikan peta jalan atau analisis penyebab kegagalan program terdahulu,” jelas Dani Dardani, kepada elJabar.com, Kamis (01/05/2025).

Berbeda dengan itu, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, justru menampilkan gaya komunikasi yang lebih solutif dan bernuansa budaya. Dalam berbagai kontennya, Dedi tidak hanya menyampaikan kondisi daerah, tapi juga menawarkan solusi konkrit, seringkali dengan pendekatan lokalitas dan kearifan budaya Sunda.

Dalam sebuah video yang viral pekan lalu, Dedi menyoroti praktik alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Subang dan secara langsung menawarkan model revitalisasi irigasi tradisional yang terintegrasi dengan penguatan koperasi tani.

“Gubernur Dedi konsisten menyampaikan narasi perubahan yang bersumber dari nilai lokal, dan dia selalu berusaha menghubungkan akar masalah dengan solusi nyata, bukan sekadar formalitas,” kata Dani Dardani.

Sebagai contoh, saat muncul keluhan warga tentang kualitas layanan kesehatan di Cianjur, Gubernur langsung mengunggah video berisi analisis kondisi Puskesmas dan menyampaikan rencana percepatan pembangunan fasilitas penunjang. Sementara itu, respons dari DPRD muncul sepekan kemudian, dalam bentuk pernyataan normatif tanpa rencana terukur.

Perbedaan kualitas isi konten ini menurut Dani Dardani, ada kesan bahwa DPRD lebih sibuk membangun citra personal daripada menyampaikan narasi penyelesaian masalah.

“Idealnya, DPRD sebagai lembaga legislatif harus mampu memberi tekanan, masukan, bahkan inovasi gagasan kepada eksekutif, bukan sekadar mengomentari setelah gubernur bertindak,” tandas Dani.

Meski terdapat perbedaan mencolok dalam kualitas dan arah konten publik antara DPRD dan Gubernur, situasi ini seharusnya menjadi momentum introspeksi bersama. Jawa Barat membutuhkan kolaborasi narasi, di mana DPRD dan gubernur saling melengkapi dengan semangat problem solving yang serius.

“Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa seorang pemimpin bisa dekat dengan rakyat sekaligus menyampaikan ide-ide besar. DPRD harus menyesuaikan diri, bukan hanya hadir secara simbolik, tetapi harus menjadi mitra strategis dalam pembangunan,” pungkas Dani. (muis)

Show More
Back to top button