Adikarya ParlemenParlemen

Koperasi dan Usaha Kecil Harus Jadi Tulang Punggung Ekonomi Rakyat Jawa Barat

ADHIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com — Di tengah tantangan ekonomi nasional dan global, Koperasi dan Usaha Kecil di Jawa Barat terus menunjukkan ketangguhannya sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui berbagai program terus mendorong penguatan sektor ini, sejalan dengan aspirasi yang disuarakan DPRD Jawa Barat, khususnya Komisi 2 yang membidangi perekonomian.

Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Lina Ruslinawati, menegaskan pentingnya peran koperasi dan usaha kecil sebagai basis ekonomi masyarakat, terutama di wilayah pedesaan dan kota kecil.

Menurutnya, penguatan koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) merupakan langkah strategis untuk menciptakan ketahanan ekonomi daerah serta mengurangi ketimpangan sosial.

“Koperasi dan usaha kecil bukan sekadar unit ekonomi, tetapi juga wahana pemberdayaan masyarakat yang mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, dan menguatkan semangat gotong royong,” ujar Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.

Terdapat lebih dari 24.000 koperasi yang terdaftar di Jawa Barat, dengan sekitar 65 persen di antaranya masih aktif. Sementara itu, jumlah pelaku usaha kecil mencapai jutaan, tersebar di berbagai sektor seperti perdagangan, kuliner, kerajinan, pertanian, dan jasa.

“Kita punya basis ekonomi rakyat yang sangat kuat, tinggal bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya konsisten mendampingi dan memperkuat ekosistemnya,” kata Lina.

Menurut data Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat, kontribusi sektor UMKM terhadap PDRB Jawa Barat mencapai sekitar 58 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor ini menjadi fondasi utama dalam pembangunan ekonomi daerah, terutama dalam penyerapan tenaga kerja informal.

Meski begitu, masih banyak tantangan yang dihadapi pelaku koperasi dan usaha kecil. Lina menyoroti persoalan klasik seperti keterbatasan akses permodalan, rendahnya literasi keuangan dan manajemen, hingga lemahnya akses terhadap pasar digital.

“Masih banyak pelaku UMKM yang belum bankable. Mereka tidak punya agunan, administrasi keuangannya lemah, dan banyak yang belum terdaftar resmi. Ini harus jadi perhatian serius,” katanya.

Komisi 2 DPRD Jawa Barat, tambahnya, secara rutin melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program-program dinas terkait, terutama dalam hal bantuan modal bergulir, pelatihan kewirausahaan, dan digitalisasi UMKM.

Lina juga menyoroti lemahnya kualitas koperasi di beberapa daerah yang masih dikelola secara tradisional tanpa transformasi digital.

“Beberapa koperasi masih bersifat formalitas. Padahal, jika dikelola profesional, koperasi bisa menjadi alternatif pembiayaan yang sehat dan lebih terjangkau dibanding bank konvensional,” tambahnya.

Salah satu solusi utama yang sedang didorong oleh pemerintah provinsi dan DPRD adalah transformasi digital. Lina menilai digitalisasi harus menjadi prioritas agar UMKM dan koperasi tidak tertinggal dalam era ekonomi digital yang kompetitif.

“Kita dorong koperasi dan UMKM untuk masuk ke ekosistem digital, mulai dari pemasaran, pembayaran, hingga pencatatan keuangan. Pemerintah harus hadir melalui pelatihan, insentif, dan penyediaan platform digital yang mudah diakses,” ujar Lina.

Salah satu program inovatif yang didukung oleh Lina Ruslinawati adalah pengembangan koperasi sekolah dan pesantren. Menurutnya, koperasi jenis ini dapat menjadi wadah edukasi ekonomi sejak dini bagi generasi muda sekaligus memperkuat ekonomi berbasis komunitas.

Ia mendorong Dinas Pendidikan untuk aktif terlibat dalam membina koperasi sekolah, mulai dari kurikulum kewirausahaan, pelatihan guru pembina koperasi, hingga akses modal kerja awal. Bagi koperasi pesantren, sinergi dengan bank syariah dan lembaga zakat bisa menjadi solusi pembiayaan yang sejalan dengan prinsip syariah.

“Koperasi sekolah dan koperasi pesantren punya potensi besar. Selain melatih siswa dan santri berwirausaha, koperasi ini juga memperkuat ekonomi keluarga dan lingkungan sekitarnya,” jelas Lina.

Lina menekankan bahwa pembangunan koperasi dan UKM tidak bisa hanya mengandalkan provinsi. Perlu sinergi dan koordinasi yang erat dengan pemerintah pusat, kabupaten/kota, dan pelaku usaha.

“Program harus nyambung dari pusat sampai daerah. Jangan sampai tumpang tindih atau tidak tepat sasaran. Kita juga perlu dengar aspirasi pelaku usaha langsung,” katanya.

Ia menilai, harmonisasi kebijakan antar tingkatan pemerintahan menjadi kunci agar program tidak hanya berhenti di atas kertas. Pendampingan dan pengawasan yang melekat juga harus diperkuat agar bantuan yang diberikan tepat guna dan tepat sasaran.

Harapan besarnya agar koperasi dan usaha kecil di Jawa Barat bisa “naik kelas”, bukan hanya bertahan hidup tetapi tumbuh menjadi pelaku ekonomi yang tangguh dan berdaya saing tinggi.

Dengan dukungan penuh dari DPRD, eksekutif, dan masyarakat, koperasi dan usaha kecil di Jawa Barat diyakini mampu menjadi penggerak utama ekonomi yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

“Kita ingin UMKM kita bukan hanya buka lapak di pinggir jalan, tapi punya toko digital, punya brand sendiri, bisa ekspor, dan mampu menyerap tenaga kerja. Koperasi pun harus bisa jadi institusi ekonomi modern yang dipercaya anggota dan masyarakat,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button