Nasional

Lingkar Pemuda Temukan Dua Potensi Penyimpangan Proyek Jalan Ngawi Caruban Nganjuk Kertosono

SURABAYA, eljabar.com — Lingkar Pergerakan Multiple Data (Lingkar Pemuda) menemukan potensi penyimpangan dari proyek jalan nasional di Jawa Timur. Potensi penyimpangan ini adalah imbas dari ketidak hati-hatian PPK melaksanakan tugas-tugas yang diberikan berdasarkan Perpres No. 16 tahun 2018.

Komunitas aktivis #bersihkanindonesia itu menyebut, indikasi penyimpangan paket proyek Satker PJN Wilayah II Jatim itu terjadi pada dua hal, yaitu saat tender dan pelaksanaan pekerjaan.

Tetapi secara garis besar, bentuk menyimpang itu merupakan pola dan modus yang sering ditemukan pada korupsi Pengadaan Barang Jasa (PBJ) pemerintah. Kuncinya tergantung pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sebagai pejabat perbendaharaan yang paling menentukan dalam rangkaian proses tahapan pelaksanaan PBJ.

Koordinator Linkar Pemuda Arshy Ibnu Al Wahidi mengatakan, tender preservasi jalan Ngawi Caruban Nganjuk Kertosono ditemukan potensi penyimpangan berdasarkan indikator-indikator dari metode fraud. Metode ini sering digunakan untuk kebutuhan audit yang kemudian berkembang menjadi alat pemeriksa yang multiguna dan multifungsi.

“Pada paket proyek preservasi jalan itu kita coba periksa berdasarkan indikator-indikator dari metode analisa potensi penyimpangan. Dari tiap-tiap indikator pemeriksaan kemudian memberikan bobot skor dalam skala nol sampai skala lima,” kata Ibnu di salah satu warung kopi di kawasan stasiun Gubeng sebelum kembali ke Jogjakarta, pada Sabtu, 19 November 2022.

Ada tujuh indikator yang digunakan dalam metode tersebut, antara lain perbandingan nilai kontrak dan HPS, durasi kompetensi dan kontrak.

Pada tender preservasi jalan nasional di Jatim itu Linkar Pemuda menemukan nilai kontrak dan nilai HPS yang terlampau jauh.

Nilai HPS proyek tersebut sebesar Rp 137,16 miliar sementara nilai kontrak menurut SPPBJ No. PB 0201-Bb8.7/2.6/2595 sebesar Rp 100,04 miliar. Maka dengan selisih harga sebesar Rp 37,12 miliar, nilai kontrak proyek tersebut terlampau jauh di bawah HPS. Indikator ini memberikan skor lima, skor tertinggi indikator penyimpangan metode tersebut.

“Semakin nilai kontrak jauh di bawah nilai HPS mengindikasikan perencanaan kurang baik dan potensi penyimpangan tinggi,” ujarnya.

Aktivis anti korupsi ini menegaskan, durasi antara waktu pengumuman tender dan penetapan proyek juga terhitung lama. Pengumuman tender dilaksanakan pada 10 Februari 2021 sementara penetapan pemenang 13 Juli 2022, atau 5 bulan 5 hari.

“Waktu yang lebih lama antara tanggal pengumuman tender dan penetapan pemenang mengindikasikan inefisiensi proses tender,” terangnya.

Ibnu menguraikan, penilaian berdasarkan indikator-indikator tersebut nantinya akan dianalisis untuk memberikan skor akhir penilaian untuk mengukur tingkat risiko dengan persentase tertentu. Semakin besar persentasenya, semakin tinggi risiko korupsi dari potensi penyimpangan tersebut.

Meski hasil akhir itu bukan acuan, namun untuk memastikan potensi penyimpangan itu lalu pihaknya membentuk tim observasi lapangan. Dari observasi secara sampling dan penelusuran yang lebih dalam, pihaknya menemukan pekerjaan yang masih berada di bawah mutu. Temuan tersebut akan diuji lagi secara terukur.

“Kawan-kawan tim lapangan sementara ini masih ‘nyampling’ titik-titik lokasi pekerjaan. Dengan dibantu beberapa senior, kami sedang menyiapkan agenda penelusuran lebih jauh lagi. Koordinasi untuk pendalaman juga dipersiapkan dalam rangka memastikan secara konkrit efek runtutan dari potensi kecurangan itu,” tegasnya.

Ibnu mengaku sebelumnya mengikuti beberapa kali pelatihan metode tersebut bersama komponen dan elemen masyarakat yang lain.

“Kami dan kawan-kawan yang concern dengan isu korupsi PBJ terus melakukan pengamatan terhadap pola korupsi sektor PBJ. Pattern ini menjadi pembahasan dalam forum-forum kajian,” tandasnya.

Sementara PPK 2.5 Jatim, Rizka Aditiya Rahman enggan memberikan klarifikasi terkait perkembangan penanganan jalan yang dilaksanakan secara MYC tersebut. Sejauh mana mutu dan kualitas pekerjaan yang digawanginya, sampai saat ini Aditya belum memberikan informasi secara transparan.

Diberitakan eljabar.com sebelumnya, pelaksanaan pekerjaan MYC tersebut penanganan jalan lingkar Nganjuk sepanjang 3,5 kilometer dan jalan ini menjadi prioritas utama penanganan.

Kemudian rehabilitasi mayor jalan 18,87 kilometer serta rehabilitasi minor 3,80 kilometer. Sedangkan untuk penanganan jembatan terdiri dari Jembatan Rejoso sepanjang 29 meter dan Jembatan Klinter sepanjang 41,40 meter. Selanjutnya ada pula penanganan drainase u-ditch dan pekerjaan untuk menunjang keselamatan berupa pemberian marka jalan.

Pada TA 2021 rencana serapan anggaran proyek MYC tersebut sebesar Rp 47 miliar dan sebesar Rp 57 miliar selebihnya akan diserap pada TA 2022. Awal pekerjaan proyek di ruas PPK 2.5 Jatim dimulai pada 29 Maret 2021 dan akhir pekerjaan pada 30 Desember 2022.

PPK telah menetapkan jaminan pelaksanaan sebesar Rp 6,86 miliar. Besar jaminan tersebut sesuai dengan SPPBJ No. PB 0201- Bb8.7/2.6/2595 tanggal 7 Juli 2021.

Dihubungi terpisah, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Jawa Timur, Sifa Udukha menolak memberikan keterangan terkait progres serapan keuangan proyek MYC tersebut.

Sifa juga enggan mengomentari pagu anggaran TA 2022 sebesar Rp 219,98 miliar untuk 9 paket proyek konstruksi dengan total nilai kontrak Rp 165,99 miliar. Selisih nilai kontrak sebesar Rp 53,99 miliar di bawah HPS Rp 219,98 miliar, bukan cuma mutu dan kualitas konstruksi yang terancam. Selisih yang terlampau jauh tersebut menandakan kinerja pengelolaan anggaran yang gagal mencegah potensi penyimpangan korupsi PBJ.

Sedangkan pada TA 2021 Satker PJN Wilayah II Jatim mengalokasikan pagu anggaran dan HPS sebesar Rp 333,55 miliar untuk sembilan proyek SYC dan satu paket proyek MYC. Sementara total nilai kontrak sebesar Rp 232,73 miliar sehingga terdapat selisih Rp 100,82 miliar di bawah HPS.

Sementara itu, berdasarkan laporan Tren Penindakan Korupsi Semester I Tahun 2022, wilayah Jawa Timur terpantau menduduki tempat tertinggi kasus korupsi, yaitu sebanyak 35 kasus.

Sektor utilitas seperti infrastruktur transportasi, jaringan air minum dan perumahan, masih menjadi kasus korupsi terbanyak yang ditangani. Pada sektor ini, sebanyak 22 kasus terjadi di sektor kebersihan dan tata kota.

Sedangkan di sektor pemerintahan, dari 25 kasus korupsi yang terpantau sebanyak 92 persen terkait dengan anggaran belanja dan 8 persen sisanya terkait anggaran penerimaan. (*wnjb/redaksi)

Show More
Back to top button