Maulana Fahmi “Saat Ini Diperlukan Regulasi Terkait Ketahanan keluarga Sangat Diperlukan”

SOREANG,eljabar.com — Maulana Fahmi, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, menjelaskan, melihat kondisi saat ini diperlukan regulasi terkait ketahanan keluarga.
Hal tersebut, kata Fahmi, sangat dibutuhkan mengingat dan hasil kajian atas maraknya terjadi kekerasan, pelecehan bahkan hingga pembunuhan di lingkungan keluarga.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak kepada pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung untuk bersama-sama mengkaji dan membentuk regulasi yang memperkuat ketahanan keluarga.
“Saya secara pribadi merasa miris, melihat banyaknya tragedi kekerasan, pelecehan bahkan pembunuhan di lingkungan keluarga khususnya di Kabupaten Bandung,” kata Maulana Fahmi kepada wartawan, beberapa Waktu Lalu.
Atas dasar kajian tersebut, politisi partai PKS itu, mengajak seluruh stakeholder pemerintah Kabupaten Bandung untuk bisa membuat regulasi melalui peraturan daerah tentang ketahanan keluarga.
“Untuk menjaga ketahanan keluarga, kami berharap seluruh stakeholder Pemkab Bandung bisa membuat regulasi pada tahun 2022 mendatang,” jelasnya.
Menurut Fahmi, Keluarga seperti sel, molekul, kesatuan antara suami, istri, anak dan anggota keluarga yang ada ikatan kasih sayang dan perlindungan.
“Selain itu, ada juga tradisi, aturan, sosial budaya, keamanan, komunikasi, tempat belajar yang pertama, dan sebuah organisasi serta perkembangan ekonomi,” tuturnya.
Akan tetapi, kata Fahmi, seringkali terjadi problem keluarga yang membuat hubungan suami istri, anak dan anggota keluarga menjadi tidak harmonis.
“Sering kali terjadi pertengkaran, perselisihan yang dapat menyebabkan perceraian, KDRT, Salah Asuh, pelecehan dan kekerasan, penganiayaan anak, istri dan masalah lainnya,” katanya.
Fahmi mengatakan, mengutip dari data survey atau hasil penelitian yang didapat dari berbagai lembaga, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin mengatakan angka perceraian di Indonesia khususnya yang beragama Islam, pada tahun 2019 mencapai 480.618 kasus.
“Angka itu mengalami peningkatan setiap tahun sejak tahun 2015 lalu. Ini berdasarkan data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung. Terinci, pada tahun 2015 terdapat 394.246 kasus, kemudian pada tahun 2016 bertambah menjadi 401.717 kasus, lalu pada tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu 415.510 kasus dan tahun 2018 terus alami peningkatan menjadi 444.358 kasus,” jelasnya.
Sementara itu, pada 2020, per Agustus jumlahnya sudah mencapai 306.688 kasus. Kemudian, Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), per 1 Januari hingga 6 November 2020 menunjukkan dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan (5.573 kasus), mayoritas kasusnya adalah KDRT (3.419 kasus atau 60,75 persen).
Kementerian PPPA setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.
Berdasarkan sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simofa PPA) per 1 Januari sampai 31 Juli 2020 ada 3.296 anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki menjadi korban kekerasan.
Dari data-data di atas, kata Fahmi, diperlukan peningkatan ketahanan keluarga yang menjadi penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengurangi atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat pembangunan nasional.
Oleh karena itu, Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan perkembangan pembangunan sosial yang sedang berlangsung.
Sehingga, Perlu kepedulian, tanggung pemerintah baik pusat atau daerah dalam menciptakan, mengoptimalisasi keuletan dan ketangguhan keluarga dan dalam
Penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga bertujuan yang untuk:
a. mewujudkan kualitas keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik, material dan mental spiritual secara seimbang.
Sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal menuju keluarga sejahtera lahir serta batin.
b. harmonisasi dan sinkronisasi upaya pembangunan ketahanan keluarga yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, serta dunia usaha.
Untuk menuju kemajuan daerah berawal dari ketahanan keluarga dan masyarakat kesejahteraan, maka diperlukan dasar hukum atau regulasi yang mengatur ketahanan keluarga.
“Saya menilai dan memandang, Kabupaten Bandung sangat perlu dan penting untuk membuat regulasi terkait ketahanan keluarga,” pungkasnya.***







