BANDUNG, eljabar.com — Media sosial diramaikan dengan tersebarnya video yang merekam pembakaran bendera tauhid. Kuat dugaan, para pelakunya menganggap bendera tersebut sebagai representasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yakni suatu organisasi yang eksistensinya kini terlarang di Indonesia.
Sontak aksi pembakaran bendera tahuid itu menuai kecaman dari berbagai lini masyarakat. Salah satu kecaman juga dilontarkan Masyarakat Unggul (Maung) Institute Bandung). Mereka mengecam keras pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid yang terjadi di Garut. Bagi mereka kalimat tauhid merupakan esensi paling pokok dari ajaran Islam sehingga pembakaran tersebut dapat melukai hati umat Islam.
Ketua Maung Institute, M. Rizal Fadillah didampingi Hari Maksum sekretaris menegaskan pembakaran bendera bertuliskan kalimah tauhid dengan dalih itu bendera HTI adalah sikap pengecut. Sama bendera saja takut.
Rasa takut yang didasari rasa benci akan membuat diri panik. Tidak mampu memprediksi efek. Buta. Sedikit ada tulisan ‘la ilaaha illallah’ langsung HTI menghantui, ini sikap jiwa yang tidak sehat. Paranoid.
Kini sikap pengecut itu kena batu. Di hari santri sang ‘santri’ berjiwa preman membakar bendera berkalimah yang dimuliakan umat. Dia membakar dirinya sendiri. Mengingatkan beberapa waktu lalu ada dalam tayangan video di India seorang wanita hindu terbakar hangus ketika membakar jilbab muslimah. Ia sedang mempertontonkan di depan komunitasnya rasa benci kepada Islam. Allah pun marah Syari’at dan Kalam-Nya dirusak.
Sang pemimpin mencari dalih penyelamatan dengan bahasa yang ditertawakan umat. Yang dibakar adalah bendera HTI yang bertuliskan kalimah tauhid dan pembakaran itu untuk menyelamatkan kalimah tauhid. Kedustaan yang tragis. Ini mengingatkan pada hujjah ngawur bahwa Iblis itu membangkang karena bertauhid murni. Iblis tak mau sujud kepada Adam semata untuk menjaga ketauhidan. Sikap Iblisiyah seperti ini sering muncul dalam upaya menutupi kesalahan bahkan kejahatan.
Semua muslim yang beriman mengutuk perbuatan membakar kain bertuliskan kalimah tauhid ‘laa ilaaha illallah’ dan rela mengorbankan jiwa untuk melawan. Ini wujud ghirah imaniah. Dalih mengkaitkan dengan HTI adalah upaya membangun pencitraan. Tapi umat sudah muak dengan bualan pencitraan. Saatnya tumbang para figur model model seperti ini. Menjijikan.
Umat Islam wajar dan wajib marah. Gumpalan akan semakin tebal dan menggetarkan. Hanya jika antisipasi bagus, suasana akan menjadi baik kembali. Karenanya pelaku (dader) ataupun yang menyuruh (doel pleger) harus diproses hukum dan dihukum. Disamping itu perusakkan juga sangat jelas penodaan agama.
Jika ia menyesali dan bertaubat itu urusan pribadi kepada Allah, tapi urusan sosial mesti diselesaikan. Hukum adalah jalan keluar.
Masyarakat Unggul (Maung) Institute mendesak :
Pertama, aparat penegak hukum untuk serius memproses perbuatan melanggar hukum yang terjadi dengan mengusut detail motif dan pihak pihak yang mungkin menggerakkan terjadinya pembakaran itu;
Kedua, ormas ormas yang melabelkan diri sebagai ormas Islam, mesti menjadi teladan dan berakhlak Islami menjauhi anarkhisme dan premanisme karena bukan simpati yang didapat tetapi antipati, bahkan dimusuhi oleh umat Islam sendiri;
Ketiga, kewaspadaan tinggi terhadap kemungkinan penyusupan ‘PKI baru’ dalam gerakan gerakan kemasyarakatan di Indonesia. Berbaju pembela Ideologi dan NKRI yang sebenarnya sedang merancang penggantian ideologi dan menggoyahkan NKRI.
Keempat, masyarakat bersama TNI sebagai pilar kekuatan bangsa mempertinggi ‘awareness’ dan ‘alertness’ untuk menjaga kemungkinan permainan politik domestik dan asing yang berniat mengacaukan keadaan negara Indonesia, menjelang puncak kompetisi politik di tahun 2019 ini.
Semoga Allah SWT tidak memurkai bangsa Indonesia karena kebodohan, kesombongan dan pembangkangan kita sendiri. *red