ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Pada era digital saat ini, eksistensi koperasi menghadapi tantangan berlapis. Sehingga koperasi perlu mempertahankan minat masyarakat yang kini punya banyak pilihan platform menabung dan meminjam. Tak hanya itu, jaminan keamanan dana anggota juga masih perlu kepastian.
Keberadaan koperasi diharapkan dapat mengikuti era transformasi digital demi bisnis yang lebih kuat dan bermartabat. Sejalan dengan cita-cita ini, pada tahun 2021 salah satu upaya Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) adalah dengan mewujudkan 100 koperasi modern.
Dengan pembauran teknologi, penebalan fokus koperasi di sektor komoditas unggulan, dan perluasan akses pembiayaan, koperasi modern diharapkan dapat berkontribusi hingga 5,2 persen produk domestik bruto (PDB) nasional.
Sayangnya, koperasi saat ini menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, H. A. Sopyan, menghadapi tantangan dari sisi minat masyarakat untuk menjadi anggota.
“Memang, selain jumlah minat masyarakat yang menurun, kehadiran koperasi yang tidak berkinerja baik atau tidak aktif juga menjadi catatan tersendiri. Ini juga yang harus dibenahi,” ujar H. Sopyan, kepada elJabar.com.
Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat terdiri dari empat jenis, yakni koperasi simpan pinjam, jasa, konsumen, dan produsen/pemasaran. Secara agregat, koperasi simpan pinjam (KSP) menjadi jenis koperasi yang mendominasi di Indonesia.
Selama ini koperasi belum menjadi pilihan utama masyarakat sebagai lembaga ekonomi. Sehingga relevansi dan adaptasi dibutuhkan, agar koperasi menarik masyarakat dan semakin berkembang.
“Sehingga inovasi berupa adopsi teknologi dinilai penting untuk menggaet kaum milenial berkoperasi. Itu salah satunya,” katanya.
Partisipasi masyarakat untuk menjadi anggota koperasi saat ini masih kecil, mungkin dikisaran 8,41 persen. Partisipasi ini masih di bawah rata-rata global, yakni 16,31 persen penduduk dunia sudah menjadi anggota koperasi.
”Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya membenahi koperasi agar menarik bagi masyarakat, sehingga bisa bertumbuh. Pembenahan tersebut antara lain, mencakup aspek pengawasan dan penjaminan simpanan,” jelasnya.
Menurut H. Sopyan, selama ini orang yang menyimpan uang di bank mendapatkan penjaminan. Namun, orang yang menyimpan uang di koperasi tidak mendapat penjaminan.
Standar pengawasan di koperasi juga masih lemah. Kalau aspek ini tidak dibenahi, koperasi tidak akan menjadi pilihan orang untuk menaruh simpanan uang atau menjadi anggota.
”Oleh karena itu, ini penting dipikirkan oleh pemerintah akan perlunya lembaga penjaminan simpanan anggota koperasi,” ujarnya.
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM juga harus mendorong koperasi masuk ke sektor-sektor unggulan domestik Indonesia. Salah satu tantangan adalah menjadikan koperasi sebagai kepanjangan rantai produksi petani, nelayan, perajin, dan peternak. Koperasi dapat menghubungkan mereka ke pasar.
Maka menurut H. Sopyan yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar dari dapil Kab./Kota Sukabumi, menegaskan arti penting relevansi dan adaptasi bagi koperasi. Dimana kuncinya ini menurut H. Sopyan adalah meningkatkan relevansi koperasi sesuai perkembangan zaman.
“Agar koperasi dapat beradaptasi, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui inovasi. Dengan demikian, masyarakat bisa memilih secara rasional untuk menjadikan koperasi sebagai lembaga layanan ekonomi atau ketika membangun bisnis usaha,” pungkasnya. (muis)