Adikarya ParlemenParlemen

Membangun Ketahanan Pangan dan Sejumlah Tantangannya

ADHIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com — Tekad Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mencapai swasembada pangan pada 2023 ini, sepertinya terkendala dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, kesuburan tanah, dan persoalan iklim.

Sehingga inovasi dalam produksi hingga pengolahan hasil pertanian sangat dibutuhkan demi tercapainya swasembada pangan, sebagai bagian dalam menuju ketahanan pangan. Setiap tahun, lahan pertanian terus menyempit, digantikan menjadi perumahan, pabrik, hingga mall. Kondisi ini sepertinya tidak bisa dihindari.

Dengan kondisi saat ini, menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, H. A. Sopyan, selain mendorong pemerintah untuk terus berinovasi, juga berharap masyarakat turut berpartisipasi dalam menjaga ketahanan pangan.

“Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan. Masyarakat bisa memaksimalkan manfaat tanah untuk menanam bahan pangan dan tidak mudah menjual lahannya. Pemerintah daerah dan petani bisa berinovasi secara sinergis agar swasembada pangan dapat tercapai,” ujar H. Sopyan, kepada elJabar.com.

Sementara itu, disisi lain tingkat kesuburan tanah sudah menurun, sehingga berdampak juga pada produksi pangan. Produktivitas padi di Jabar, misalnya rata-rata 6 ton per hektar. Padahal, seharusnya, produktivitasnya bisa 9 ton per hektar.

Ini disebabkan, karena penggunaan bahan kimia pada tanah yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh karena itu para petani harus mencoba berinovasi dalam pengelolaan tanah dengan menggunakan pupuk organik.

“Kebiasaan penggunaan pupuk kimia ini harus dikurangi, bahkan dihilangkan. Di ganti dengan sistem organik. Memang sudah banyak petani yang berinovasi dengan kesadaran menggunakan pupuk organik. Tapi masih juga ada yang menggunakan pupuk kimia,” jelasnya.

Sementara itu, sensus pertanian 2023 yang sedang berlangsung diharapkan bisa menghasilkan basis data akurat untuk mendorong kebijakan ketahanan pangan. Secara umum, ketahanan pangan di Indonesia memang masih menghadapi sejumlah persoalan yang sama seperti di Jawa Barat, seperti alih fungsi lahan pertanian dan pertumbuhan sektor pertanian yang masih belum stabil.

Sensus pertanian 2023 yang sedang dilakukan oleh Pemerintah, diharapkan mampu menjawab tantangan pertanian global dan nasional, yakni ketahanan pangan, kualitas dan keamanan pangan, serta keberlanjutan.

Selain masalah klasik alih fungsi lahan yang menjadi persoalan dalam membangun ketahanan pangan, juga sejumlah tantangan dalam menuju ketahanan pangan menurut H. A. Sopyan, antara lain terkait kelembagaan petani, sumber daya manusia, penguatan produksi, dan kesejahteraan petani.

”Sehingga tantangan pertanian ini perlu dijawab pemerintah secara lebih serius. Ini memang tantangan yang cukup berat, tapi harus dihadapi,” ujarnya.

Sensus pertanian yang dilakukan oleh pemerintah pusat, mencakup tujuh subkategori pertanian, dengan menyasar usaha pertanian perorangan, perusahaan pertanian berbadan hukum, usaha pertanian di luar perorangan, dan perusahaan.

“Sensus pertanian itu diharapkan dapat memberikan data termutakhir dan akurat, sehingga bisa digunakan pemerintah untuk mengambil kebijakan menyelesaikan masalah ketahanan pangan,” imbuhnya.

H. A. Sopyan menilai, bahwa sektor pertanian belum mampu menjadi kontributor besar terhadap pengentasan rakyat dari kemiskinan di Indonesia. Pertumbuhan sektor pertanian tidak stabil, ditandai dengan pertumbuhan yang kadang positif dan terkadang negatif.

Sejumlah faktor yang menghambat ketahanan pangan dan kedaulatan pangan, khususnya yang terkait dengan penguasaan lahan yang masih timpang dan masih adanya alih fungsi lahan pertanian yang masih terus berlangsung, perlu segera ada langkah solutif dari pemerintah.

“Sehingga data sensus pertanian menjadi sangat penting untuk klasterisasi usaha pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan menjadi perhatian global, dan Indonesia memiliki target pangsa pasar organik. Jawa Barat harus ikut ambil peran,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button