Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Kawasan dan Inovasi Digital

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Provinsi Jawa Barat terus menunjukkan geliat pertumbuhan dalam sektor perdagangan dan perindustrian, menjadikannya sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional.
Menurut Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Lina Ruslinawati, dengan dukungan infrastruktur yang semakin membaik, keberadaan kawasan industri strategis seperti Rebana Metropolitan, dan percepatan digitalisasi, Jawa Barat mencatatkan potensi signifikan sebagai pusat industri manufaktur, logistik, dan perdagangan digital.
Sektor industri pengolahan masih menjadi kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat, yaitu sekitar 41% pada 2024. Kontribusi ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan realisasi target investasi senilai Rp270 triliun pada 2025, yang sebagian besar diarahkan ke sektor industri manufaktur, energi terbarukan, dan ekonomi digital.
Dijelaskan Lina Ruslinawati, bahwa Rebana Metropolitan merupakan kawasan yang meliputi tujuh kabupaten/kota di utara Jawa Barat, yang kini menjadi magnet investasi. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, kawasan ini mencatat pertumbuhan investasi yang signifikan, khususnya di sektor logistik dan industri otomotif. Pelabuhan Patimban dan konektivitas jalan tol menjadi daya tarik utama kawasan ini.
“Rebana bukan hanya kawasan industri, tetapi pusat pertumbuhan ekonomi baru Jawa Barat. Di sini kita dorong pembangunan pabrik ramah lingkungan, pusat logistik pintar, dan digitalisasi rantai pasok,” ujar Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.
Di sisi lain, sektor perdagangan juga mengalami transformasi digital yang pesat. Digitalisasi UMKM bukan hanya soal teknologi, tapi keberpihakan pada ekonomi rakyat. Lewat katalog lokal, belanja pemerintah juga kita arahkan ke produk-produk UMKM.
Sebagai provinsi dengan akses geografis yang strategis, Jawa Barat memiliki peran penting dalam perdagangan antarwilayah dan ekspor nasional. Komoditas unggulan seperti tekstil, produk logam, otomotif, hingga makanan dan minuman olahan menjadi primadona ekspor. Sepanjang 2024, nilai ekspor Jawa Barat mencapai lebih dari USD 30 miliar, dan diproyeksikan meningkat pada 2025.
“Peluang ekspor produk UMKM juga mulai terbuka. Dengan pelatihan dan pendampingan, kita ingin produk lokal Jabar bisa bersaing di pasar ASEAN dan Timur Tengah,” kata Lina Ruslinawati.
Meski potensinya besar, sektor perdagangan dan perindustrian Jawa Barat masih menghadapi tantangan, terutama dalam hal pemerataan infrastruktur, kualitas tenaga kerja, dan birokrasi perizinan. Pemerintah daerah saat ini tengah fokus pada peningkatan kualitas SDM melalui revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK), kerja sama pendidikan vokasi, dan pelatihan berbasis industri.
“Industri kita tidak akan maju tanpa SDM yang adaptif terhadap perubahan. Kita perlu sinergi antara pemerintah, swasta, dan akademisi,” ujar Lina Ruslinawati.
Dengan kekayaan sumber daya manusia, dukungan infrastruktur, dan komitmen terhadap inovasi serta keberlanjutan, Jawa Barat memiliki semua elemen untuk menjadi kekuatan utama dalam perekonomian Indonesia.
“Perdagangan yang inklusif dan industri yang adaptif akan menjadi kunci keberhasilan Jawa Barat dalam menghadapi tantangan global,” pungkasnya. (muis)