Mengawal Dana Perimbangan Jawa Barat: Keadilan Lewat Transparansi dan Sinergi

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Sebagai provinsi terpadat di Indonesia, Jawa Barat menyandang tanggung jawab besar dalam penyaluran dan pemanfaatan Dana Perimbangan—instrumen penting bagi pemerataan pembangunan.
Di tengah harapan besar masyarakat, Sekretaris Komisi 3 DPRD, H. Heri Ukasah Sulaeman, menyoroti urgensi mewujudkan penggunaan dana yang berkeadilan, tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga kualitas dan dampaknya.
“Dana Perimbangan adalah instrumen penting dalam mendukung desentralisasi fiskal. Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, tentunya memiliki kebutuhan fiskal yang sangat besar. Oleh karena itu, pengelolaan dana ini harus dilakukan secara efektif dan transparan,” tegas Heri Ukasah, kepada elJabar.com.
Pandangan ini mencerminkan aspirasi rakyat agar dana yang digelontorkan pusat bukan sekadar mencukupi kuantitas, tetapi juga menjawab kebutuhan konkret masyarakat di tengah dinamika lokal yang beragam.
Menurut Heri, selama ini fokus pengelolaan Dana Perimbangan terlalu hanya pada angka—besarannya—tanpa memperhatikan efektivitas belanja untuk kesejahteraan rakyat.
“Jangan hanya dilihat dari besarannya, tapi bagaimana kualitas belanjanya. Selama ini, banyak program yang dilaksanakan menggunakan Dana Perimbangan tetapi output-nya belum signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Heri menegaskan bahwa tidak boleh ada anggaran yang terabaikan karena kendala administratif. Heri juga memperingatkan potensi pemborosan atau proyek “mangkrak” akibat perencanaan yang tidak matang.
“Kalau tidak ada sinergi, banyak program yang mubazir. Bahkan tidak sedikit proyek yang mangkrak karena perencanaan yang tidak matang dan tidak sesuai kebutuhan daerah,” katanya.
Selain itu, Heri juga menyoroti terkait pengelolaan aset daerah sebagai pilar pendukung yang kerap terlewatkan.
“Kita punya ribuan aset, baik berupa tanah, bangunan, maupun fasilitas umum. Tapi sebagian besar masih bermasalah, belum bersertifikat, tidak termanfaatkan, hingga tidak tercatat secara akurat,” ujarnya.
Sistem administrasi aset yang lemah, ditambah dengan minimnya sinergi antar OPD, membuat potensi dana dan aset tidak maksimal.
Sebagai solusi, Heri Ukasah mendorong untuk segera mengimplementasikan digitalisasi aset melalui Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah (SIMBADA). Dengan sistem ini, pelacakan, pencatatan, dan pengawasan aset bisa dilakukan secara real-time, akurat, dan efisien.
“Kalau kita tidak punya data akurat, bagaimana bisa mengelola? Banyak aset yang punya nilai ekonomi tinggi, bisa disewakan, dikerjasamakan, atau dijadikan jaminan pembiayaan pembangunan,” pungkasnya. (muis)







