Adikarya ParlemenParlemen

Menjaga Daya Dukung Lingkungan

ADIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com — Upaya mewujudkan tata ruang wilayah provinsi yang efisien, berkelanjutan, dan berdaya saing menuju Jawa Barat sebagai provinsi termaju di Indonesia 2025, merupakan tujuan penataan ruang Provinsi Jawa Barat.

Dalam upaya menjadikan tata ruang wilayah Jawa Barat yang lebih baik, tentunya harus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu, salah satu masalah yang mencolok adalah besarnya tekanan terhadap tata guna lahan. Dalam catatan Bappeda Jabar, dalam kurun waktu 10 tahun Jawa Barat telah terjadi pertumbuhan kawasan permukiman hampir sebesar 110%”, yaitu pada tahun 1994-2005. Hal tersebut terjadi seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk.

Menurut pengamatan Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanady, luas kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang signifikan. Yaitu hutan primer sebesar 30 % dan hutan sekunder sebesar 26 %. Hampir 18.000 Ha lahan per tahun di Provinsi Jawa Barat dijadikan lahan terbangun.

“Maka dari itu, pembangunan harus diatur kembali untuk efisiensi ruang dan untuk keberlanjutan pembangunan itu sendiri,” ujar Daddy Rohanadi, kepada elJabar.com.

Untuk mendukung upaya tersebut, Provinsi Jawa Barat menetapkan diri sebagai Green Province melalui Perda RTRW-nya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penetapan kawasan lindung sebesar 45 %.

Dari target 45% kawasan lindung, saat ini baru tercapai 27,5 %. Masih ada 17,5 % lagi yang belum tercapai. Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi target 45% kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Kuningan telah menetapkan diri sebagai kabupaten konservasi.

“Kebijakan Green Province tidak hanya seputar penetapan 45% kawasan lindung, melainkan juga kepada penekanan bahwa aktivitas apapun harus dilakukan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan,” jelas Daddy.

Dalam kebijakan Green Province juga mengedepankan penggunaan bioenergi, pengalokasian ruang untuk mendukung ketahanan pangan, dan penetapan lahan pertanian berkelanjutan.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga sedang merancang Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis, dimana 70% anggarannya akan dialokasikan untuk revitalisasi wilayah DAS prioritas yang ada di Provinsi Jawa Barat.

“Tentu saja, kebijakan dan strategi dalam RTRW provinsi Jawa Barat hendaknya mendukung perwujudan semangat Green Province yang telah ditetapkan,” tandasnya.

Selain itu, mekanisme insentif-disinsentif perlu dikaji lagi terkait dengan kebijakan kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat sebesar 45% dari luas wilayah. Insentif dapat diberikan kepada wilayah pengembangan yang porsi kawasan lindungnya lebih besar daripada kawasan budidayanya.

Saat ini RTRW Provinsi Jawa Barat masih dalam tahap proses penyempurnaan substansi teknis untuk mendapatkan rekomendasi dari Menteri Pekerjaan Umum.

“Sehingga mekanisme ini perlu segera ditetapkan sebagai arahan bagi kabupaten-kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat,” katanya.

Namun di sisi lain, tekanan penduduk Jabar yang hampir mencapai 50 juta jiwa, akan terus mendorong pergeseran tata guna lahan. Biasanya hutan menjadi lahan perkebunan, perkebunan jadi pertanian, pertanian jadi perumahan. Akhirnya berubahlah tatanan dari hutan itu.

Pergeseran tata guna lahan akan berdampak pada lahan kritis Jabar, yang kini luasnya sekitar 900 ribu hektare. Maka Pemprov Jabar melalui Dinas Kehutanan perlu untuk meningkatkan peran managerial-nya, serta mengelola sumber daya kehutanan secara efektif, efisien dan maksimal.

“Dengan begitu, Dishut Jabar dapat memberdayakan potensi hutan Jabar dengan maksimal, dan mendukung pembangunan berkelanjutan dengan terus menjaga keseimbangan lingkungan,” ujarnya. “Pola kontrol, monitoring, teman-teman di Dinas Kehutanan jangan selalu konvensional. Tapi, bisa memanfaatkan teknologi,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button