ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Praktek pemanfaatan tata ruang masih saja ada yang melanggar ketentuan, sehingga tidak sedikit yang sudah mengakibatkan terjadinya kerusakan pada lingkungan. Yang kemudian berimbas pada muncul berbagai bencana yang menimpa kita.
Komitmen Pemerintah Provinsi Jabar bersama DPRD Jabar untuk memperbaiki kualitas lingkungan dari bahaya kerusakan, merupakan sikap yang serius. Setidaknya hal itu terbukti dengan diterbitkannya Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup, sejak tujuh tahun yang lalu.
Melihat kondisi seperti itu, perlu dibangun kesadaran dari berbagai elemen masyarakat, dalam upaya menjaga kualitas lingkungan hidup dari kerusakan yang muncul. Perda tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup, secara spesifik mengatur pengelolaan lingkungan hidup.
“Seharusnya kita semua memiliki kesadaran yang tinggi dalam menjaga lingkungan. Harus ada kesadaran kolektif, termasuk dari seluruh elemen masyarakat,” ujar Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat Prasetyawati, kepada elJabar.com.
Dijelaskan Prasetyawati yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar ini, dalam Perda Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup, bahwa makna jasa lingkungan hidup yaitu merupakan manfaat yang diperoleh manusia dari hubungan timbal balik dengan lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal itu masyarakat bisa memanfaatkan lingkungan hidup, dengan catatan pemanfaatan itu tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan hidup itu sendiri. Baik aspek flora maupun fauna.
“Perda ini cukup komprehensif, karena di dalamnya mengatur masalah Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup, peran pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Dan pemerintah harus memaksimalkan pengawasan terhadap kondisi lingkungan hidup, terutama di daerah yang rawan bencana,” jelasnya.
Program yang berorientasi pada perbaikan lingkungan hidup di berbagai sektor juga harus terus dilakukan. Ini bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan dunia usaha. Sedangkan bagi daerah yang berdasarkan hasil evaluasi sudah sukses memperbaiki kualitas lingkungan hidup, perlu diberikan penghargaan (reward).
Dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu, salah satu masalah yang mencolok adalah besarnya tekanan terhadap tata guna lahan.
“Sehingga untuk mewujudkan tata ruang wilayah Jawa Barat yang lebih baik, efisien dan berkelanjutan, tentunya harus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Dalam kurun waktu 10 tahun Jawa Barat telah terjadi pertumbuhan kawasan permukiman hampir sebesar 110%. Hal tersebut terjadi seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk.
Luas kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat telah mengalami penurunan yang signifikan. Yaitu hutan primer sebesar 30 % dan hutan sekunder sebesar 26 %. Hampir 18.000 Ha lahan per tahun di Provinsi Jawa Barat dijadikan lahan terbangun.
Oleh karena itu, pembangunan harus diatur kembali untuk efisiensi ruang dan untuk keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
“Maka untuk mendukung upaya tersebut, Provinsi Jawa Barat menetapkan diri sebagai Green Province melalui Perda RTRW. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penetapan kawasan lindung sebesar 45 %,” ungkapnya.
Dari target 45% kawasan lindung, saat ini baru tercapai sekitar 27,5 %. Masih ada 17,5 % lagi yang belum tercapai. Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi target 45% kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Kuningan telah menetapkan diri sebagai kabupaten konservasi.
Sebetulnya tidak hanya seputar penetapan 45% kawasan lindung. Melainkan juga kepada penekanan, bahwa aktivitas apapun harus dilakukan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan.
“Tapi dalam kebijakan Green Province juga mengedepankan penggunaan bioenergi, pengalokasian ruang untuk mendukung ketahanan pangan, dan penetapan lahan pertanian berkelanjutan,” ujarnya.
Saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga sedang merancang Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis. Dimana 70% anggarannya akan dialokasikan untuk revitalisasi wilayah DAS prioritas yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Selain itu, mekanisme insentif-disinsentif perlu dikaji lagi terkait dengan kebijakan kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat sebesar 45% dari luas wilayah. Insentif dapat diberikan kepada wilayah pengembangan yang porsi kawasan lindungnya lebih besar daripada kawasan budidayanya.
Namun di sisi lain, tekanan penduduk Jabar yang hampir mencapai 50 juta jiwa, akan terus mendorong pergeseran tata guna lahan. Biasanya hutan menjadi lahan perkebunan, perkebunan jadi pertanian, pertanian jadi perumahan.
“Akhirnya berubahlah tatanan dari hutan itu. Inilah salah satu yang menjadi awal perubahan tata guna lahan. Ini yang sangat kita sayangkan,” pungkasnya. (muis)