ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman.
Pada prinsipnya, menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat Ir. Prasetyawati, pendekatan pembagian ruang dapat dilakukan berdasarkan fungsi, kegiatan dan aspek administrasi.
Maka berdasarkan fungsi, ruang dibagi atas kawasan lindung, yaitu kawasan yang dapat menjamin kelestarian lingkungan dan kawasan budidaya, yaitu kawasan yang pemanfaatannya dioptimasikan bagi kegiatan budidaya.
Sedangkan berdasarkan kegiatannya, ruang dibagi atas dominasi kegiatan perkotaan, perdesaan dan tertentu. Termasuk dalam kawasan tertentu antara lain adalah kawasan cepat/berpotensi tumbuh, kawasan kritis lingkungan, kawasan perbatasan, kawasan sangat tertinggal, dan kawasan strategis. Sedangkan berdasarkan administrasi, ruang dibagi atas ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Diperlukan pendekatan wilayah sebagai strategi pengembangan ruang yang mengatur hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, buatan, dan manusia, agar kinerja ruang meningkat untuk kesejahteraan masyarakat.
“Pada intinya, ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara kelestariannya,” ujar Prasetyawati, kepada elJabar.com.
Krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi sejak dua puluh dua tahun yang lalu telah semakin membuka berbagai masalah ketimpangan pembangunan antar daerah.
Sementara di sejumlah kawasan yang cepat berkembang, telah terjadi polarisasi penduduk dengan berbagai implikasi ekonomi dan sosialnya. Di kawasan-kawasan yang cepat berkembang tersebut, menurut Prasetyawati yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar, kemudian berkembang berbagai masalah lingkungan.
“Cepatnya perkembangan tersebut, tentunya dibarengi dengan sejumlah implikasi ekonomi dan social. Namun berkembang juga sejumlah masalah lingkungan. Ini yang kemudian menjadi problem,” jelasnya.
Sedangkan kegagalan-kegagalan implementasi berbagai program pembangunan, sering disebabkan oleh karena lemahnya koordinasi antar institusi. Baik di tingkat pusat, daerah maupun antar pusat dan daerah, dan kurang fleksibelnya perencanaan yang sering bersifat top-down.
Berbagai masalah ketimpangan ini, secara parsial menurut Prasetyawati telah disadari sebagai kegagalan pendekatan pembangunan selama ini, yang dinilai sering sentralistis dan kurang memperhatikan kondisi dan aspirasi daerah setempat, dimana pembangunan dilaksanakan.
“Sejalan dengan proses demokratisasi yang semakin berkembang, tuntutan desentralisasi juga semakin besar,” katanya.
Berbagai dinamika dan perubahan yang terjadi di masyarakat, menuntut perlunya reformasi dalam konsepsi dan operasionalisasi pembangunan daerah.
Dimana hal tersebut, kemudian harus diformulasikan ke dalam bentuk strategi dan kebijaksanaan yang memuat keseimbangan antara kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa, dan kepentingan keanekaragaman.
Pendekatan kewilayahan yang memperhatikan hubungan harmonis antara unsur-unsur pembentuk ruang, yakni sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia, menjadi keharusan untuk diperhatikan dalam berbagai aspek pembangunan.
“Maka pendekatan kewilayahan yang memperhatikan hubungan harmonis antara unsur-unsur pembentuk ruang, perlu diperhatikan dalam berbagai aspek pembangunan,” pungkasnya. (muis)