Menyusutnya Jumlah Petani Bisa Menjadi Isu Lingkungan
ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Indonesia dikenal sebagai negara agraris, namun jumlah petani di Indonesia, trend angkanya terus menurun. Begitu juga dengan Jawa Barat, proporsi petaninya paling banyak berada pada kelompok umur 45-49 tahun, yaitu sebanyak 36,30 persen. Sementara, petani berusia 30-44 tahun hanya 24,06 persen.
Selain itu, jika dilihat menurut tingkat pendidikan, ternyata dari seluruh tenaga kerja di sektor pertanian tersebut, 81,32 persennya berpendidikan setara SD ke bawah.
Terkait dengan masa depan pertanian, Jawa Barat saat ini dihadapkan pada krisis regenerasi petani muda, dikarenakan minimnya minat generasi saat ini menggarap sektor pertanian.
Menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Mirza Agam, krisis petani muda merupakan satu persoalan dari sekian banyak persoalan di sektor pertanian.
Turunnya minat pemuda terhadap petani, mungkin disebabkan karena generasi muda melihat profesi petani tidak menguntungkan dan tidak membanggakan. Paradigma ini yang harus dirubah.
“Padahal, selama ini Jawa Barat menjadi penyokong sektor pertanian terbesar di Indonesia. Sektor pertanian ini sangat potensial,” ujar Mirza Agam, kepada elJabar.com.
Pemuda desa lebih tertarik mencari pekerjaan di kota dan tidak kembali lagi ke desa. Sehingga lahan-lahan pertanian di perdesaan kehilangan tenaga kerja muda, yang tersisa adalah petani dengan penduduk yang semakin menua. Maka masalah penuaan usia petani patut menjadi perhatian semua pihak.
Jika kegiatan produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti, jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun.
Mandegnya regenerasi petani, juga akan tedampak pada sektor lainnya. Produksi pertanian diperkirakan akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan akan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan konsumsi.
“Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif tidak saja mempengaruhi aspek ekonomi, tetapi juga bisa menimbulkan isu lingkungan,” ujarnya.
Lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap, bisa berubah fungsi menjadi lahan perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya. Lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan memunculkan permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.
Namun, dengan daya dukung teknologi dan kemampuan berinovasi, sebetulnya masih ada harapan untuk menyelamatkan katahanan pangan Indonesia, dan Jawa Barat pada khususnya.
Para generasi milenial perlu membuka mata, bahwa banyak contoh sukses para pelaku bisnis di sektor pertanian. Dan Pemprov Jabar harus getol berkampanya menjelaskan potensi sektor pertanian, untuk menunjukkan daya tarik pertanian kepada para millenial.
Sosialisasi dan pemanfaatan data kepada masyarakat, memberikan gambaran partisipasi kaum milenial pada sektor pertanian, dan memberikan motivasi kepada kaum milenial.
“Bukan hanya untuk berpartisipasi dalam menggerakan sektor pertanian saja, tapi lebih dari itu ada peluang usaha yang potensial untuk masa depannya,” pungkasnya. (muis)