Optimalisasi Otorita Rebana Jadi Kunci Pemerataan Ekonomi Jawa Barat

ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mengupayakan percepatan pembangunan kawasan Rebana Metropolitan sebagai salah satu motor penggerak ekonomi baru di wilayah utara Jawa Barat.
Melalui kelembagaan Otorita Rebana, daerah-daerah seperti Subang, Indramayu, Majalengka, Cirebon, Kuningan, dan Sumedang diharapkan menjadi episentrum investasi, industri, dan logistik yang berdaya saing tinggi. Namun, untuk mencapai tujuan itu, optimalisasi peran otorita menjadi hal yang krusial.
Menurut Sekretaris Komisi 3 DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Heri Ukasah Sulaeman, S.Pd., M.SI., M.H., keberadaan Otorita Rebana tidak boleh hanya menjadi simbol administratif, tetapi harus mampu menjadi penggerak nyata pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Otorita Rebana ini ibarat jantung bagi ekonomi masa depan Jawa Barat. Tapi kalau tidak dioptimalkan dengan perencanaan yang matang dan koordinasi lintas sektor yang kuat, potensi besar itu akan terbuang percuma,” ujar Heri Ukasah, kepada elJabar.com.
Menurut Heri, sejak dicanangkan oleh pemerintah provinsi beberapa tahun lalu, kawasan Rebana telah menarik perhatian banyak investor karena keunggulan geografisnya. Lokasinya strategis, dekat dengan Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, dan akses langsung ke Tol Trans Jawa. Namun, menurutnya, implementasi di lapangan masih belum optimal.
“Kita sudah punya konsep besar—Rebana sebagai kawasan industri dan ekonomi masa depan. Tapi sekarang waktunya fokus pada action plan konkret. Jangan hanya seremonial, tapi benar-benar menyentuh aspek pembangunan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan Rebana tidak boleh hanya diukur dari nilai investasi yang masuk, tetapi juga dari sejauh mana dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Optimalisasi Otorita Rebana harus diarahkan agar menjadi regulator sekaligus fasilitator yang memastikan seluruh kebijakan investasi selaras dengan pembangunan sosial dan lingkungan.
Salah satu tantangan besar dalam optimalisasi Otorita Rebana adalah koordinasi antarwilayah dan lembaga. Karena wilayah ini mencakup tujuh kabupaten/kota, maka diperlukan sistem tata kelola yang solid agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan antara pemerintah provinsi, kabupaten, dan pusat.
Menurut Heri Ukasah, DPRD Jawa Barat mendukung penuh penguatan peran Otorita Rebana sebagai lembaga yang memiliki kewenangan koordinatif lintas sektor.
“Jangan sampai masing-masing daerah jalan sendiri-sendiri. Otorita Rebana harus jadi pusat kendali pembangunan, sehingga semua pihak bergerak dalam satu visi: meningkatkan ekonomi kawasan secara merata,” kata Heri.
Ia juga menyoroti pentingnya harmonisasi regulasi, terutama dalam hal perizinan investasi, pengelolaan lahan industri, dan pembangunan infrastruktur pendukung. Birokrasi yang lambat dan aturan yang tumpang tindih bisa menghambat kepercayaan investor.
Menurut Heri Ukasah, optimalisasi Otorita Rebana tidak bisa dilepaskan dari pembangunan infrastruktur konektivitas. Jalan akses dari kawasan industri ke pelabuhan dan bandara harus dipercepat, begitu pula dengan jaringan utilitas seperti listrik, air, dan telekomunikasi.
“Rebana itu punya posisi strategis, tapi kalau akses logistiknya belum efisien, maka daya tarik investasi akan berkurang. Kita harus pastikan konektivitas antar simpul ekonomi benar-benar terintegrasi,” ujarnya.
Selain itu, ia menilai penting adanya keterlibatan BUMD Jawa Barat dalam mengelola potensi ekonomi di kawasan tersebut, misalnya melalui penyediaan layanan logistik, energi, hingga pengelolaan kawasan industri terpadu. Menurutnya, sinergi antara Otorita Rebana, BUMD, dan swasta bisa menjadi kunci keberhasilan ekonomi regional.
Di sisi lain, Heri mengingatkan bahwa pembangunan kawasan Rebana tidak boleh hanya berorientasi pada investor besar. Masyarakat lokal harus mendapatkan manfaat nyata dari keberadaan kawasan industri dan logistik tersebut.
“Kita ingin Rebana bukan hanya untuk korporasi, tapi juga untuk rakyat. Harus ada program pemberdayaan masyarakat, pelatihan tenaga kerja lokal, dan peningkatan kapasitas UMKM di sekitar kawasan,” tegasnya.
Ia menilai penting bagi Otorita Rebana untuk memiliki blueprint pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi dengan kebijakan investasi. Dengan begitu, penduduk sekitar tidak menjadi penonton, tetapi ikut menjadi pelaku ekonomi produktif.
Selain aspek ekonomi, Heri Ukasah juga menyoroti pentingnya prinsip keberlanjutan lingkungan dalam pengelolaan kawasan Rebana. Ia menegaskan bahwa pengembangan kawasan industri harus memperhatikan daya dukung lingkungan dan tata ruang.
“Investasi itu penting, tapi jangan sampai merusak lingkungan. Kita harus belajar dari pengalaman daerah lain, di mana industrialisasi justru menimbulkan masalah sosial dan ekologis,” ujarnya.
Menurutnya, Otorita Rebana harus memastikan setiap investor menerapkan green industry principle, seperti penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah terpadu, dan pelestarian kawasan hijau. Dengan pendekatan ini, Rebana bisa menjadi model kawasan industri hijau pertama di Indonesia yang berorientasi pada ekonomi berkelanjutan.
Heri Ukasah menegaskan bahwa saat ini adalah momentum penting untuk mempercepat optimalisasi Otorita Rebana. Dengan adanya dukungan infrastruktur besar seperti Patimban dan Kertajati, serta perhatian serius dari pemerintah pusat, peluang besar sudah ada di depan mata.
“Yang kita butuhkan sekarang adalah manajemen yang solid, kepemimpinan yang visioner, dan keberanian untuk mengeksekusi. Jangan sampai Rebana hanya jadi jargon tanpa hasil nyata,” pungkasnya. (muis)