BANDUNG,eljabar.com – Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Pengurus wilayah Jawa Barat, menyampaikan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.
Ketua PDGI Jawa Barat, drg. H. Rahmat Juliadi, M.H.Kes., menjelaskan, dalam pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan, PDGI Jawa Barat menyampaikan beberapa usulan terkait pembentukan UU Kesehatan yang dinilai banyak merugikan tim medis, yaitu dokter dan tenaga kesehatan (Nakes).
Dimana isi dari RUU Omnibus Law Kesehatan, PDGI dinilai tidak sesuai dengan aspirasi Dokter Gigi di seluruh Indonesia.
“Hal ini tentunya menjadi pertimbangan yang harus dibahas Komisi IX dan Panja DPR RI yang tengah membahas RUU tersebut. Yang mana, pembahasan harus dilakukan secara komprehenshif dan memperhatikan partisipasi dan aspirasi dari seluruh elemen bidang kesehatan dan juga masyarakat,” jelas Rahmat, di Bandung, Kamis (13/5/2023).
Mengingat pemerintah telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU kesehatan ke komisi IX DPR RI Rabu, (5/4/2023), tambah Rahmat, tentu dengan adanya pembahasan tersebut, pihaknya berharap DPR RI dapat mempertimbangkan usulan-usulan yang telah disampaikan PDGI Jawa Barat.
Rahmat Juliadi menyatakan, pihaknya menolak RUU Kesehatan bukan tanpa alasan, melainkan terdapat banyak frasa dalam Pasal yang dianggap mencederai hak-hak tenaga kesehatan, di antara yang menjadi sorotan ialah pelemahan hak imunitas dokter dalam bekerja.
Rahmat mengatakan, pelemahan peran organisasi profesi, tidak adanya perlindungan hukum atau hak imunitas dokter dalam RUU kesehatan berpotensi memudahkan dokter untuk dikriminalisasi. Yang mana perbuatan yang tadinya bukan tindak pidana, menjadi perbuatan yang dapat dipidana dengan adanya RUU kesehatan tersebut.
“Ini juga jadi kekhawatiran bagi profesi dokter gigi. Kita jadi semakin khawatir dalam bertindak. Dikhawatirkan risiko medis yang terjadi menjadi upaya tuntutan bagi masyarakat,” ujar Rahmat.
Ia menegaskan, sebagai profesi dokter gigi sudah terpatri dan menjadi kewajiban semua dokter gigi untuk merawat pasien dengan baik dan berusaha memberikan pelayanan terbaik.
Kemudian dengan penghilangan peran dan kewenangan organisasi profesi yang terdapat dalam RUU Omnibus Law Kesehatan ini, maka organisasi profesi tidak dapat lagi saling mengontrol sesama teman sejawat dokter gigi lainnya.
“Sehingga jika peranan organisasi profesi dihapus, maka fungsi kontrol profesi kedokteran, peningkatan mutu dokter dan sebagainya itu tidak dapat dilakukan lagi oleh organisasi profesi,” ujarnya.
Tak Sesuai
Rahmat menegaskan, bahwa RUU Omnibus Law Kesehatan isinya banyak tidak sesuai dengan aspirasi Dokter Gigi di seluruh Indonesia.
PDGI Wilayah Jawa Barat yang terdiri 24 cabang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jabar telah menyampaikan usulan untuk dibahas dalam RUU Omnibus Law Kesehatan, di antaranya:
Sesuai dengan RUU pasal 249, penerbitan SIP harus mempunyai salah satunya rekomendasi organisasi profesi karena pentingnya pengawasan dan kepada dokter gigi yang bekerja pada wilayah kerja di setiap cabang.
Masa berlaku STR dan SIP sudah sesuai yang tercantum pada RUU pasal 245 ayat (5) dan pasal 249 ayat (3), karena dokter gigi harus memperbaharui keilmuannya untuk tetap menjaga mutu dan meningkatkan kualitas pelayanan agar sesuai dengan kode etik kedokteran gigi.
Proses penerbitan STR dan SIP yang berlaku pada wilayah kami selama ini berjalan lancar.
Pada draft RUU Kesehatan pasal 462 hukuman pidana bertambah 1 tahun dari UU sebelumnya yang 2 tahun menjadi 3 tahun, dimana perlindungan dari Majelis tenaga medis tidak disampaikan di dalam RUU omnibuslaw Kesehatan, yang pada dasarnya dokter gigi dalam memberi pelayanan akan melakukan hal terbaik guna memperkecil resiko dan tidak pernah adanya niat untuk mencelakakan pasien.
Pada pasal 208 ayat 4, selama ini sertifikat kompetensi diterbitkan oleh KDGI dan melibatkan PB PDGI, namun pada pasal tersebut, sertifikat kompetensi diterbitkan oleh Pemerintah Pusat tanpa melibatkan organisasi profesi. Mohon ditambahkan untuk melibatkan organisasi profesi dikarenakan profesi tenaga kesehatan yang beragam dan jumlahnya pun banyak, sehingga agar terhindar dari proses pengurusan izin yang lama dan menumpuk, saat ini di PDGI sendiri pengurusan sertifikat kompetensi melalui e-sertifikasi justru mempermudah dokter gigi.
Pada pasal 208 ayat 9, Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi sebaiknya dikembalikan sesuai dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 18 Tahun 2015, dimana PDGI berperan pada pelaksanaan uji kompetensi.
Pada pasal 327 penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebaiknya melalui majelis yang dapat didampingi oleh organisasi profesi dimana PDGI memiliki MKEKG dan BPPA.
Pada pasal 234 pasal 4, diatur dalam Peraturan Menteri yang dimana memberikan celah lebar kepada dokter WNA untuk berpraktik dengan mudah dikarenakan diluar pengawasan organisasi profesi dan dimana peraturan Menteri Kesehatan No 6 Tahun 2023 baru terbit di tahun ini.
Ada pasal 164 ayat (4) harap menghilangkan kalimat “sampai diperoleh kesembuhan” karena seluruh dokter gigi berupaya bekerja secara maksimal. Inspaning verbintenis, hubungan dokter dan pasien adalah hubungan “mengupayakan kesembuhan” bukan menjanjikan kesembuhan.
Pada pasal 242 ayat (2), Menteri tidak menyelenggarakan kegiatan berkesinambungan dalam peningkatan mutu namun diselenggarakan oleh CPD, dalam hal ini dalam PDGI adalah P3KGB tetap diperlukan surat rekomendasi dari organisasi profesi (OP) untuk mendapatkan SIP agar ada kontrol dan pembinaan terhadap dokter gigi tersebut.
Masa berlaku STR dan SIP sudah sesuai, karena Dokter Gigi harus memperbaharui ilmu untuk menjaga mutu dan meningkatkan kualitas pelayanan. Proses penerbitan STR dan SIP yang berlaku selama ini berjalan lancar tanpa hambatan. Biaya rekomendasi dan besaran iuran tidak memberatkan anggota.
Dokter Gigi merasa tidak nyaman dalam memberikan pelayanan karena ada resiko terkena hukum pidana dan perdata sedangkan tidak pernah ada niat untuk mencelakakan pasien.
Demikian beberapa usulkan PDGI Jawa Barat untuk dibahas dan diperhatikan pemerintah dan DPR RI dengan menganalisa setiap poin tersebut dalam pembahasan RUU Omnibus Low Kesehatan. (Abas)