ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Kebijakan pengembangan wilayah tujuan utamanya adalah untuk pemerataan pengembangan antar wilayah, baik secara fisik maupun social ekonomi wilayah.
Untuk itu, dalam perencanaan pengembangan wilayah, perlu didukung ilmu lain yang berhubungan dengan pengembangan fisik dan ekonomi wilayah, seperti ilmu evaluasi dan perencanaan penggunaan sumber daya lahan, ilmu penataan ruang dan pengembangan kawasan, ilmu pengembangan wilayah perdesaan dan perkotaan, ilmu pengembangan wilayah pesisir, serta ilmu pemekaran wilayah administrasi.
Pengembangan wilayah pesisir yang cukup strategis, menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat Kasan Basari, garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati.
“Potensi hayati yang dimaksud, mulai dari perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang. Sedangkan potensi non-hayati, ada mineral dan bahan tambang, serta pariwisata,” ujar Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Di daerah ini juga berdiam para nelayan yang sebagian besar masih prasejahtera. Keadaan pantai di Indonesia, termasuk di Jawa Barat sangat bervariasi. Mulai dari pantai pasir putih-berbatu, landau terjal, bervegetasi-berlumpur, teduh dan bergelombang.
Yang semua ini menurut Kasan Basari, sangat cocok dengan berbagai peruntukannya. Seperti perikanan pantai, budidaya perikanan, industri perhotelan, turisme, dan lain-lain.
“Maka kondisi masyarakat dan potensi yang ada ini, harus menjadi bahan perencanaan yang matang bagi pemerintah, dalam upaya pengembangan kawasan pesisir,” katanya.
Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut Community-Based Management (CBM) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam, misalnya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya.
Kebijakan bidang pesisir dan lautan sebagai kebijakan strategis ini, menurut H. Kasan Basari, diharapkan dapat membawa kemakmuran rakyat, mengembangkan harkat dan martabat masyarakat serta mampu mensejajarkan diri dengan wilayah lainnya yang sudah dianggap maju.
“Tentunya kebijakan ini harus didasarkan pada obyektivitas ilmiah, yang dibangun berdasarkan asas partisipatif dan diarahkan agar masyarakat sebagai penerima manfaat terbesar,” jelasnya.
Gagasan pemikiran ini, tentunya sesuai dengan tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir di Indonesia. Yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, dan pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir dan lautan.
“Dan juga peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan, juga peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan lautan,” terangnya.
Dari beberapa tujuan tersebut di atas maka pemanfaatan secara optimal dan lestari adalah salah satu yang menjadi pertimbangan utama di dalam pengelolaan sumber daya.
“Pemanfaatan secara lestari hanya akan dicapai jika sumber daya dikelola secara baik, proporsional dan transparan,” tandas Anggota Fraksi Gerindra ini.
Sementara itu, paradigma pembangunan paling mutakhir saat ini telah menunjukan bahwa kegiatan pembangunan semestinya ditujukan dan dilakukan oleh masyarakat local, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Tentunya memerlukan penyesuaian dengan kapasitas dan keadaan lingkungan sumberdaya alamnya.
Sedangkan peranan pemerintah semakin bergeser lebih kepada sebagai fasilitator pembangunan, penyedia infrastruktur publik, serta merancang kebijakan dan struktur insentif ke arah peningkatan produktivitas pelaku ekonomi.
“Dalam paradigma tersebut, pendekatan pembangunan di masa sekarang dan di masa datang adalah pembangunan ekonomi yang berbasis komunitas local,” ungkapnya.
Sehingga pentingnya reorientasi terhadap pembangunan wilayah yang berbasis komunitas lokal semakin mengemuka. Ini akibat terjadinya berbagai kegagalan pemerintah yang seringkali dampaknya lebih parah dari kegagalan pasar, yang selama ini sering dijadikan alasan intervensi publik oleh pemerintah.
Menurut paradigma pembangunan sekarang, peran pemerintah perlu semakin dibatasi pada bidang-bidang dimana pelaku-pelaku ekonomi lainnya, swasta dan organisasi masyarakat, tidak mempunyai insentif untuk melakukannya.
Peran pemerintah sebaiknya semakin didorong sebagai lembaga yang memfasilitasi komunikasi dan transfer informasi dan teknologi yang menjembatani informasi antara wilayahwilayah maju dan yang relatif tertinggal.
“Bagaimana pun juga, perlu ada kesepahaman dalam pengembangan wilayah ini. Baik pemerintah, maupun masyarakat local,” pungkasnya. (muis)