ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Kembali mencuatnya wacana pemekaran kabupaten/kota baru sebagai daerah otonomi baru (DOB) di Jawa Barat, merupakan desakan masyarakat yang memang juga terkait dengan rencana Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Namun pembentukan DOB sebaiknya tidak hanya didasarkan pada syahwat politik dari segelintir elit belaka. Tapi memang atas desakan kebutuhan untuk upaya pemerataan pembangunan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembentukan DOB ini harus bisa menggali potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, demi memacu pembangunan ekonomi untuk lebih maju lagi.
Kalau hanya terjadi kemunduran dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, sebaiknya menurut Anggota Komisi 1 DPRD Jawa Barat, Mirza Agam G., dipikirkan kembali secara matang.
“Soalnya ini menyangkut masa depan daerah tersebut, yang didalamnya ada masyarakat. Masyarakat yang butuh kepastian akan kesejahteraan hidupnya,” ujar Agam, kepada elJabar.com.
Pemekaran wilayah di Jawa Barat menurut Agama, bukan hanya berdampak terhadap kinerja perekonomian Jawa Barat saja, tetapi secara langsung berdampak terhadap beberapa kabupaten/kota yang mengalami pemekaran.
Lepasnya beberapa daerah dari pemerintahan induknya yang membentuk pemerintahan sendiri, mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kontribusi terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat dari setiap kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat, dari sebelum terjadinya pemekaran wilayah dan setelah terjadinya pemekaran wilayah.
“Pasca pemekaran beberapa kabupaten/kota, ada sejumlah daerah yang memiliki pertumbuhan paling lambat. Diharapkan wilayah tersebut menjadi perhatian pemerintah agar dapat memacu pertumbuhan ekonominya,” ujar Agam.
Melihat fakta yang ada, sebaiknya pemekaran wilayah yang akan dilakukan oleh wilayah lain, diharapkan lebih menekankan pada usaha untuk memacu pertumbuhan ekonominya. Pelaksanaan pemekaran wilayah memang memberikan dampak yang berbeda pada setiap wilayah.
“Untuk itu diharapkan setiap wilayah dapat melakukan pertimbangan lebih lanjut dalam melakukan pemekaran wilayah. Jangan mengabaikan tujuan utama dari pemekaran. Ya, kesejahteraan,” tandasnya.
Pembentukan suatu daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Dimana syarat administrasi untuk propinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan propinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi menteri dalam negeri.
Namun juga yang akan mengalami hambatan ketika wacana itu muncul dari bawah adalah syarat persetujuan dari DPRD atau gubernur propinsi induk serta pemerintah pusat.
Sementara itu, dijelaskan Agam yang merupakan Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jabar, syarat teknis dalam pemekaran wilayah meliputi dasar pembentukan yang terdiri dari faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Sedangkan syarat fisik untuk pembentukan provinsi paling sedikit lima kabupaten/kota, lokasi calon ibu kota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Begitu juga untuk kabupaten minimal 6 Kecamatan dan kota minimal 4 kecamatan.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2001, telah memberikan kesempatan kepada setiap daerah propinsi, kabupaten dan kota di Indonesia untuk mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimilikinya.
Dimana selama ini pengembangan potensi daerah telah diarahkan pada 9 sektor ekonomi. Yaitu, Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri, Bangunan, Angkutan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Lembaga Keuangan dan Jasa Perbankan, serta Jasa-Jasa lainnya.
“Perbedaan karakteristik perekonomian setiap kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat menentukan kemampuan pertumbuhan ekonominya yang berbeda satu sama lainnya,” pungkasnya. (muis)