SUKABUMI, eljabar.com — Juni 2022, Kota Sukabumi alami inflasi sebesar 0,58 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,69.
Kepala Bidang Perekonomian, dan Sumber Daya Alam, pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sukabumi, Yanto Arisdiyanto, menjelaskan, inflasi di bulan Juni tersebut, dipicu adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks harga beberapa kelompok pengeluaran.
Yaitu, kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,74 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,44 persen, dilanjut dengan kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,37 persen.
Kemudian kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar sebesar 1,33 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,54 persen, kelompok transportasi sebesar sebesar 0,01 persen, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,28 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,30 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman (restoran) sebesar 0,98 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainya sebesar 1,15 persen.
“Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok-kelompok tersebut yang menyumbang terhadap inflasi pada bulan juni 2022,” ujar Yanto, Selasa (19/07/2022).
Selain itu juga berdasarkan data dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (Diskumindag) Kota Sukabumi, perkembangan harga Bahan Pokok Penting (Bapokting) pada bulan Juni 2022 kemarin, tren nya alami kenaikan harga.
Seperti, cabai merah besar TW dibandrol Rp72 ribu per kg, cabai merah besar lokal Rp80.000 per kg atau naiknya sekitar Rp10 ribu per kg, tomat kecil dijual Rp20 ribu per kg, dan cabai keriting merah dari Rp70 ribu menjadi Rp72 ribu per kg.
“Beberapa Bapokting pada bulan Juni kemarin terpantau naik harga. Terutama pada komoditas cabai,” katanya.
Yang jelas, lanjut Yanto, pihaknya bersama dinas dan lembaga lainnya, akan terus melakukan analisa terhadap sumber atau potensi tekanan, serta melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga barang dan jasa secara umum.
“Termasuk menganalisis stabilitas permasalahan perekonomian daerah, yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkaun barang dan jasa,” pungkas Yanto. (Anne)