Kronik

Penanganan Pandemi Serta Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kemiskinan

 

Oleh, Novi Novianti

Sudah genap satu tahun negeri ini bahkan di seluruh negara dilanda pandemi suatu wabah yang dikenal dengan Covid-19. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti kapan pandemi tersebut akan berakhir. Indikasi tersebut terlihat dari penambahan kasus baru Covid-19 yang masih berada di kisaran angka ribuan hingga belasan ribu per harinya. Akibatnya hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan, namun sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi covid-19, sehingga tingkat kemiskinan melonjak naik sejak munculnya pandemi.

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat lebih dari 4 juta penduduk Jabar mengalami kemiskinan secara finansial. Angka ini terus naik secara signifikan dikarenakan banyaknya masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) saat pandemi Covid-19 melanda.

Dalam skala Nasional, jumlah orang miskin di Indonesia menyentuh 27,55 juta orang per September 2020. Terhitung, kenaikan persentase kemiskinan tersebut sebesar 0,97 persen. Yakni setara dengan 2,76 juta orang. (tirto.id, 15/02/2021).

Bukan hanya di Jawa Barat, kenaikan angka kemiskinan ini terjadi di 34 provinsi di Indonesia. Dalam periode yang sama (September 2019–September 2020), persentase kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan dari 6,56 persen menjadi 7,88 persen. Sementara di perdesaan, angkanya naik dari 12,6 persen menjadi 13,2 persen Data Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan yang diukur dari pendapatan masyarakat dalam skala nasional pada Maret 2020 ialah Rp.454.652 per kapita per bulan.

Padahal, garis kemiskinan Bank Dunia adalah 1,9 dolar AS per kapita per hari atau setara Rp. 798.200 per bulan (kurs Rp14.000). (Muslimahnews.com/21-02-2021). Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2020 Rp 415.682. Di kota Bogor tingkat kemiskinan 5,77%, tingkat keparahan 0,18%. Adapun di Kabupaten Sumedang, berdasarkan data yang dirilis Pemkab Sumedang, persentase penduduk miskin pada tahun 2019 sebanyak 9, 05 persen. Angka ini naik menjadi 10,26 persen pada tahun 2020. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2019 sebanyak 7,63 persen. Angka pengangguran ini juga mengalami kenaikan cukup signifikan pada tahun 2020, yaitu sebanyak 9,89 persen.

Meskipun telah banyak para ahli ekonomi yang memperingatkan Pemerintah, namun Pemerintah Indonesia terkesan tidak menjadikan penyelesaian pandemi Covid-19 secara tuntas sebagai prioritas utama. Akibatnya pandemi makin tak terkendali, kemudian roda ekonomipun makin tak tentu arah.

Penanganan pandemi ala pemerintah yang mengusung ide kapitalisme ditengarai seringkali salah sasaran dalam setiap sektor. Penerapan pembatasan sosial yang tidak terarah dan tidak sesuai UU Karantina menyebabkan titik jenuh pandemi juga semakin pelik. Tidak ada koordinasi yang optimal dari berbagai sektor maupun instansi dalam Pemerintahan untuk memisahkan area terinfeksi dan area bebas wabah. Pemerintah juga tidak melakukan isolasi penuh area-area yang terinfeksi, agar tidak bercampur antara warga yang terinfeksi dan warga yang bebas wabah.

Selain itu, akses masuk dan keluar warga China yang merupakan sumber wabah pertama juga tidak pernah ditutup, sehingga wabah mudah untuk menyebar bahkan bermutasi.

Klaster-klaster baru penyebaran virus terus bermunculan. Belum lagi berbagai bencana yang melanda negeri ini saat musim penghujan datang, menambah beban ekonomi dengan banyaknya pengungsian, dsb.

Kondisi yang dialami Indonesia ini merupakan bentuk kegagalan dan ketidakseriusan sistem demokrasi dalam mengatasi pandemi. Sulit dibayangkan ekonomi akan bergerak normal dalam suasana demikian. Pukulan telak akan terus dirasakan dalam kegiatan perekonomian, jika pandemi Covid-19 ini tidak ditangani serius.

Apalagi penguasaan pemerintah Indonesia terhadap kendali perputaran ekonomi negeri ini hanya sebesar 30%, membuat negara tidak bisa berbuat banyak dengan resesi ekonomi yang terus melanda. Sedangkan sebagian besar perputaran ekonomi yaitu 70% dikendalikan oleh korporasi besar pihak swasta.

Bagaimana Islam memandang dan memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan akibat pendemi ini ?
Dalam sistem kehidupan Islam, setiap kebijakan yang digulirkan senantiasa berlandaskan hukum syariat. Pengaturan Islam tidak akan membiarkan pandemi mencapai titik jenuh yang dapat berdampak luas dan lama.

Upaya karantina wilayah sesuai ajaran Rosululloh saw segera dilaksanakan untuk menghentikan pandemi dari akarnya agar virus tidak menyebar ke wilayah lain yang masih bebas wabah.

Roda ekonomi di wilayah yang bebas wabah tidak terhenti sebagaimana di wilayah yang diisolasi. Upaya agar distribusi ekonomi tetap berputar saat kondisi pandemi tetap dioptimalkan.

Dalam pandangan Islam, kemiskinan didefinisikan sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh, yakni sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan termasuk mempertahankan nyawa saat terjadi pandemi.

Jika kebutuhan primer tersebut bisa dipenuhi oleh individu, maka pemenuhan tersebut menjadi kewajibannya. Namun, jika individu tidak bisa memenuhinya sendiri karena tidak mempunyai harta yang cukup atau karena dia tidak bisa memperoleh harta yang cukup, maka syariat Islam telah menjadikan individu tersebut merupakan orang yang wajib ditolong oleh negara sebagai penanggung jawab seluruh urusan umat agar bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya.

Indikator ketercukupan kebutuhan primer menurut syariat Islam diukur berdasarkan sesuatu yang menjadi kelebihan dari terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya secara makruf.

Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab atas terlaksananya pelayanan urusan umat, khususnya terkait pendistribusian harta. Kondisi pandemi yang melanda warga negara, memerlukan penanganan istimewa agar segala aspek yang terdampak bisa diatasi hingga tuntas. Negara harus memastikan ketersediaan harta dan terpenuhinya kebutuhan rakyat, khususnya bagi fakir miskin.

Dalam sektor kesehatan, negara menjamin kesehatan para tenaga medis yang menangani warga korban wabah, mendanai riset untuk dapat diterapkan dalam mengatasi pandemi, dan mengoptimalkan penaganan secara medis bagi warga yang terinfeksi wabah. Sehingga warga dapat sembuh dengan tuntas dan masyarakat dapat bekerja kembali seperti sedia kala.

Dalam sektor perekonomian, negara melarang warganya untuk melakukan kanzul mal (penimbunan harta), termasuk harta yang disimpan atau ditahan dalam berbagai bentuk surat berharga. Negara juga harus mengatur kepemilikan. Aset negeri ini berupa sumber daya alam yang melimpah tidak lagi dikuasai korporasi, namun harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan warga negara.

Sistem keuangan pun diatur menurut syariat, yaitu dengan menerapkan emas dan perak sebagai alat tukar/ mata uang. Terakhir, negara wajib menghentikan kegiatan transaksi ribawi dan spekulatif, juga dapat menerapkan zakat mal untuk mendukung sirkulasi ekonomi berjalan lancar karena negara dalam sistem Islam memprioritaskan upaya penyelesaian wabah secara tuntas tanpa berhitung untung rugi.

Islam diturunkan sebagai sistem yang lengkap memberikan solusi untuk berbagai permasalahan, tak terkecuali kemiskinan di masa pandemi.

Hanya dengan menerapan Islam secara keseluruhan yang mampu menjadi solusi bagi negeri ini dalam menuntaskan pandemi maupun dari berbagai bencana yang melanda.

Dan hanya dengan menerapkan Islam secara keseluruhan, kesejahteraan seluruh warga negara akan terwujud. Wallahu ‘alam bishawab.

Show More
Back to top button