Pendidikan Politik dan Hambatannya

ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Pendidikan politik diselenggarakan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pengetahuan politik, sehingga mencintai dan memiliki keterikatan yang tinggi terhadap bangsa dan Negara, serta menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik, agar mampu berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan politik.
Pendidikan politik merupakan suatu upaya sadar yang dilakukan antara pemerintah dan para anggota masyarakan secara terencana, sistematis dan dialogis dalam rangka untuk mempelajari dan menurunkan berbagai konsep, simbol, nilai-nilai, dan norma-norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Manfaat pendidikan politik itu sendiri, menurut Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, Tina Wiryawati, sebenarnya dapat melatih warga negara agar meningkat partisipasi politiknya. Lewat pendidikan politik individu diajarkan bagaimana mereka mengumpulkan informasi dari berbagai media massa, diperkenalkan mengenai struktur politik, lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga pemerintahan.
“Ini sebenarnya dapat melatih masyarakat, agar lebih meningkat partisipasi politiknya. Setidaknya bisa mengenal struktur politik, lembaga politik, atau juga lembaga-lembaga pemerintahan,” ujar Tina Wiryawati, kepada elJabar.com.
Lebih dalam lagi, sebenarnya pendidikan politik merupakan proses untuk membina individu agar mampu memahami, menilai, dan mengambil keputusan tentang berbagai permasalahan dengan cara-cara yang tepat dan rasional. Termasuk dalam menghadapi masalah yang bias, maupun isu yang kontroversial. Pengetahuan politik akan membawa orang pada tingkat partisipasi tertentu.
“Dalam politik seseorang tidak hanya dituntut mengembangkan pengetahuan, tapi juga harus mengembangkan aspek sikap dan keterampilan,” katanya.
Pendidikan politik merupakan intensi untuk membentuk insan politik yang menyadari status/kedudukan politiknya di tengah masyarakat. Dan juga membentuk diri sendiri, dengan kesadaran penuh dan tanggung jawab sendiri untuk menjadi insan politik.
Dengan adanya pendidikan politik, setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja, tapi juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik, untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik.
“Melalui pendidikan politik, diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Lebih berpartisipatif dan lebih bertanggungjawab,” harapnya.
Fungsi pendidikan politik itu sendiri, yakni untuk mengubah atau membentuk tata laku pribadi individu dan membentuk suatu tatanan masyarakat yang diinginkan, sesuai dengan tuntuan politik.
Maksud diselenggarakan pendidikan politik, pada dasarnya adalah untuk memberikan pedoman bagi generasi muda Indonesia, guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara sejalan dengan arah dan cita-cita bangsa Indonesia.
Pendidikan politik memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normative.
“Yakni menanamkan nilai-nilai dan norma-norma, yang merupakan landasan dan motivasi kehidupan berbangsa. Juga dasar untuk membina dan mengembangkan diri, guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan Negara,” jelasnya.
Semua bentuk pendidikan politik sebenarnya tidak jadi persoalan. Artinya semuanya baik, asalkan mampu memobilisasi simbol-simbol nasionalisme, sehingga pendidikan politik tersebut dapat merubah individu yang memiliki kecintaan terhadap bangsanya atau memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa Negara.
Pendidikan politik itu tidak hanya diarahkan pada perubahan-perubahan sikap-sikap politik individu saja, akan tetapi juga diarahkan pada pembaharuan bentuk-bentuk struktur politik dan lembaga kemasyarakatannya.
Namun menurut Tina Wiryawati, terdapat beberapa hambatan yang sering ditemukan dalam pelaksanaan pendidikan politik. Apatisme politik dan sinisme politik yang cenderung menjadi sikap putus asa, mengakibatkan rakyat sulit mempercayai usaha-usaha edukatif dan gerakan-gerakan politik yang dianggap palsu dan menina-bobokan rakyat belaka.
“Sulit pula untuk megajak mereka untuk berfikir lain dengan nalar jernih. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah atau kurang, rakyat kebanyakan sulit memahami kompleksitas sosial dan politik di sekitar dirinya,” pungkasnya. (muis)